Quantcast
Channel: Toumei Ningen – The Reviews
Viewing all 193 articles
Browse latest View live

Your Name (Kimi no Na wa)

$
0
0

a-kiminona

Plot

Mitsuha Miyamizu dan Taki Tachibana entah bagaimana caranya, saling bertukar tubuh secara random. Awalnya mereka berdua kebingungan dan menganggap semuanya mimpi sampai akhirnya mereka sadar kalau pertukaran tubuh itu benar adanya. Supaya kehidupan mereka berdua sehari-hari tak mengalami kekacauan, Mitsuha dan Taki saling bertukar info lewat buku catatan maupun pesan di smartphone mereka masing-masing. Hasilnya mereka menjadi terbiasa dan mulai menikmati pertukaran peran.

Hingga pada suatu hari mereka menyadari sesuatu yang fatal akan terjadi.

Komentar

Bicara soal karya Makoto Shinkai, tentu tak akan terlepas dari animasi dengan gambar berkualitas tinggi. Dan kukira kita tak perlu lagi meragukan kualitas animasi grafis buah tangan Shinkai, kukasih 4 jempol deh. Apalagi konsep background dan landscape yang halus dan memukau mata, nonton di layar bioskop yang besar memang jauh lebih memuaskan dan mengesankan dibanding melihat di layar kaca dan komputer.

Mengenai plot, biasanya Shinkai selalu memasukkan isu jarak, ruang dan waktu yang bertumpang tindih. Ingat dengan Voices of a Distant Star yang berbicara tentang jarak dan waktu? The Place Promised in Our Early Days dan Children Who Chase Lost Voices yang membahas ruang dan dimensi? dan konsep jarak di 5 Centimeters Per Second yang bikin banyak orang jadi galau?

Ya! Makoto Shinkai masih membahas jarak, ruang dan waktu dalam film ini, hanya saja dengan gaya yang agak berbeda. Shinkai cukup fasih membangun 2 karakter utama, baik lewat interaksi keduanya via coretan buku dan pesan di smartphone, maupun lewat pergaulan masing-masing tokoh dengan teman akrab mereka. Pelan tapi pasti penonton diajak untuk bersimpati pada mereka sebelum akhirnya plot twist dimunculkan di pertengahan film. Plot twist inilah yang nantinya akan membuat pace film jadi lebih cepat, mulai menegangkan dan membuatku bertanya-tanya akan hubungan “khusus” Mitsuha dan Taki.

Kalau melihat betapa Shinkai suka sekali menaruh konsep “takdir” pada karakter dalam filmnya, aku sudah bisa mengira-ngira akan dibawa kemana kisah dua karakter utama. Gaya berpapasan di jalan, lalu merasa ada koneksi dengan orang yang lewat di sebelah itu diulangi lagi oleh Shinkai untuk kesekian kalinya. Udah trademark kali yah.

Ada dua momen di mana sound film dibuat sunyi tanpa suara. Aku merasa ada emosi yang dicoba dibangkitkan oleh Shinkai pada penonton lewat momen keheningan dan jeda antar scene, dan aku suka dengan keheningan yang digunakan oleh Shinkai sebagai media untuk membangkitkan sedikit emosi. Apalagi sound film menggunakan musik berirama cepat gubahan band alternative rock Radwimps, terasa sekali jeda dan kesunyian yang dihasilkan.

Walau ada beberapa scene yang kurasa agak dragging dan bisa dihilangkan demi efektifitas, secara keseluruhan aku menyukai karya Shinkai kali ini. Aku lebih menikmati plot dan pace yang dipakai oleh Shinkai dalam Your Name dibanding rata-rata film buatan Shinkai sebelumnya.



Signal (Korean Drama 2016)

$
0
0

signal-ost-2016

Plot

Letnan Park Hae-Yong (Lee Je-Hoon) bekerja sebagai criminal profiler kepolisian di tahun 2015, dia ditempatkan dalam divisi cold-case untuk menangani kasus-kasus lama yang tak terpecahkan di bawah pimpinan detektif senior Cha Soo-Hyun (Kim Hye-Soo). Suatu hari Park menemukan sebuah handie talkie (HT)/walkie talkie dan berbicara dengan detektif Lee Jae-Han (Cho Jin-Woong) yang berada di ujung HT. Lee berbicara seolah-olah sudah lama mengenal Park dan mereka membicarakan kasus penculikan di masa lalu yang lama tak terpecahkan. Berkat petunjuk Lee, tim cold-case bisa memecahkan kasus penculikan tersebut. Hingga Park Hae-Yong mengetahui bahwa detektif Lee Jae-Han ternyata hidup di tahun 1989, hubungan mereka berdua menjadi rumit dengan adanya kasus yang melibatkan masa lalu Park sebelum menjadi polisi.

Sementara itu di tahun 1989, kadet Cha Soo-Hyun yang baru masuk kepolisian ditempatkan di bawah bimbingan detektif senior Lee Jae-Han dan Cha muda mulai menyukai seniornya detektif Lee.

Komentar

Jarang ada serial drama Korea yang menarik perhatianku untuk ditonton. Selain karena panjang episodenya, melodrama menyek-menyek khas Korea juga membuatku malas menontonnya. Tapi drama detektif ini agak berbeda. Dengan mengusung hubungan dua timeline masa lalu dan masa sekarang dalam mengusut satu kasus kriminal yang sama, menonton drama ini sampai tamat jadi semacam sebuah kewajiban.

Dari segi plot, Signal menawarkan beberapa macam kasus berbeda yang menarik untuk disimak. Variasi kasus yang berbeda membuat drama ini jauh dari kesan membosankan. Ada drama penculikan, pembunuh berantai, kasus perampokan, perkosaan hingga kasus bunuh diri. Kasus-kasus variatif ini membuatku betah menonton hingga episode akhir. Di tambah loncatan-loncatan kisah di masa kini (2015) ke masa lalu (1989 hingga 2000) membuat drama ini semakin menarik untuk diikuti.

Akting Kim Hye-soo sebagai kadet Cha yang masih muda di masa lalu dan juga sebagai detektif senior Cha di tahun 2015 boleh mendapat acungan jempol. Walau agak kecewa dengan divisi make-up yang mendandani kadet Cha muda dengan agak lebay, setidaknya wajah imut Kim Hye-Soo (kini sudah berusia 46 tahun) dan tingkahnya sebagai anak baru lumayan meyakinkan.

Cho Jin-Woong yang memainkan peran si detektif keras kepala Le Jae-Han juga memainkan perannya dengan baik. Tingkah dan kekesalannya pada prosedur kepolisian ditambah dengan sebalnya dia pada praktek korupsi polisi, membuat Cho Jin-Woong leluasa mengeksplorasi sosok Lee Jae-Han.

Sayangnya akting Lee Je-Hoon sebagai si criminal profiler justru menjadi titik lemah. Ekpresi datar dan kadang tiba-tiba menjadi over-acting di antara datarnya sosok Letnan Park sering kali membuatku gregetan. Untung saja beberapa pemain pendukung yang menjadi anggota tim cold-case lainnya membantu datarnya akting Lee Je-Hoon untuk membuat suasana lebih menarik.

Kalaupun ada omelan dariku tentang serial ini, tak jauh dari melodrama khas Korea yang selalu muncul di pertengahan kasus. Kadang melodrama ini memakan waktu lumayan panjang untuk bertangis-tangisan, kangen-kangenan hingga membuatku terpaksa skip sana skip sini agar bisa mengikuti lebih lanjut kasus-kasus yang ditangani oleh para detektif. Buat penonton yang doyan melodrama mungkin tak masalah, tapi bagiku adegan-adegan ini malah membuang waktu dan membuat ketegangan penyelidikan kasus jadi menurun. Selain itu juga, ending yang ditampilkan serial ini kurang nendang. Apalagi kalau dibandingkan dengan intensitas ketegangan di sepanjang serial, endingnya malah terlampau lembek tak mengesankan.


Sword Master

$
0
0
144356-75188942_1000x1000
Plot
Tuan muda ke-3 keluarga Xie dari partai pedang dewa, adalah pendekar pedang nomor satu yang tak terkalahkan. Lelah bertarung, Xiao-feng si anak ke-3 ketua partai pedang dewa tersebut akhirnya merantau jadi gelandangan tak mau lagi bertarung dan membunuh. Di lain pihak, Yan Shi-san si 13 walet mencarinya untuk menentukan pedang siapa yang lebih tangguh. Selain itu juga masih ada si wanita berbisa Murong Qiu-ti yang mencari Xiao-feng demi masa lalu mereka berdua.

Komentar
Ini adaptasi dari novel silat karya Gu Long (Khu Lung) yang pernah kubaca beberapa tahun yang lalu, judul aslinya Pedang si Tuan Muda ke-3. Sebenarnya plot yang dirangkai Gu Long lebih banyak plot twist-nya, sayangnya memang sulit untuk diadaptasi jadi sebuah film layar lebar, lebih cocok untuk serial TV. Ujung2nya, sutradara Derek Yee mengarahkan besutannya ini terlampau lurus tanpa riak berarti. Malah boleh dibilang, tanpa membaca novelnya pun bisa ditebak arah dan akhir cerita film ini.
Li Gengxin yang bermain sebagai Xie Siao-feng si tuan muda ke-3 dari partai pedang dewa, aktingnya tak istimewa. Untuk adegan-adegan yang membutuhkan emosi justru terlihat datar. Bisa dimaklumi juga sih, mengingat karakter Xie Siao-feng termpau biasa dibandingkan karakter Yan Shi-san dan Murong Qiu-ti yang lebih kompleks.

Yang menarik justru akting Peter Ho sebagai si pembunuh bayaran Yan Shi-san si 13 Walet yang digadang-gadang ilmu pedangnya bisa mengalahkan si tuan muda ke-3. Jiang Yiyan yang bermain sebagai Murong Qiu-ti, femme fatale yang cantik, lemah lembut tapi berbisa juga mampu memberikan penampilan yang bagus. Malah aktor senior Norman Chu (yang dulu pernah main sebagai pendekar Ulat Sutera) lebih bisa mencuri perhatian dibanding Li Gengxin. Padahal porsi penampilannya sebagai ketua partai pedang dewa tak banyak, cuma beberapa menit.

Yang kusukai adalah sinematografi dan pergerakan kameranya yang menarik. Action Choreography sendiri yang penuh dengan wire-fu lumayan, hanya saja efek CGI yang dipadu dengan ilmu pedang kurang enak dipandang.

O iya, novel Pedang Tuan Muda ke-3 dulunya pernah diadaptasi menjadi film layar lebar berjudul Death Duel dengan Derek Yee yang masih muda berperan sebagai Xie Siao-feng.

30 Day Music Challenge (part 1)

$
0
0

Ini cuma kompilasi iseng gara-gara Jensen memulai di facebook sejak tanggal 1 Maret kemarin  dan Amed mulai memasukkan lagu-lagu pilihannya di blog. Karena saya tidak serajin Amed membahas lagu satu per satu, saya memilih membahas per 10 hari dari lagu-lagu per hari yang pernah saya tulis di laman facebook. Hanya beberapa lagu tertentu saja yang saya bahas latarnya dan merupakan campuran lagu-lagu berbagai bahasa walaupun tentu saja didominasi lagu berbahasa Inggris, Indonesia dan Jepang. Sebisa mungkin saya memasukkan hanya satu artis untuk selama 30 hari.  Ini adalah bagian pertama dari 3 bagian.

30days music

Day 1. A song you like with a color in the title
Biru – Vina Panduwinata

Saya suka lagu ini karena chord progressnya plus suara seksi mbak Vina.

Day 2. A song you like with a number in the title
3月9日 (San Gatsu Kokonoka) – Remioromen

Yang suka Jejepangan dan pernah nonton drama Jepang “1 litre no namida” pasti tahu lagu ini, plus pas banget buat bulan Maret.

Day 3. A Song that reminds you of Summertime
Summertime – Gherswin

Yang paling saya suka adalah cover versi Janis Joplin. Suara serak-serak basah mbak Janis bikin merinding menggetarkan.

Day 4. A song that reminds you of someone you would rather forget about

Promise Her the Moon – Mr. Big

Iya, ini lagu tentang mantan.

Day 5. A song that needs to play LOUD

All My Life – Foo Fighters

Pokoknya setel sampai volume maksimal!

Day 6. A song that makes you want to dance

(I’ve Had) The Time of My Life – Bill Medley and Jennifer Warnes

Pertama kali nonton film yang ada lagunya, ini badan ingin ikutan goyang-goyang sambil kepala teleng kanan-kiri angguk-anggukan. Dirty Dancing emang punya plot cerita biasa, tapi adegan last dance diiringi lagu ini super muantap abis.

 

 

Day 7. A song to drive to.

Highway – Quruli
Lagu ini sempat menemani hari-hariku nyetir mobil, diulang berkali-kali sampai hapal liriknya secara otomatis, dan pernah kutulis di blog ini. Yang paling kusuka adalah liriknya yang merupakan metafora perjalanan hidup seseorang.

Life is just like driving a car trough a highway.

 

 

Day 8. A song about drugs or alcohol
Poppies Lane Memory – Slank

Lagu tentang narkoba?

Jadi ingat lagu slank yang liriknya tentang pengalaman masa lampau sewaktu mereka teler habis-habisan di Poppies, Bali. Cerdik juga pake nama cewek buat kamuflase, Mira buat miras, Corrie untuk Kokain, dan Petty buat Putauw.

 

 

 

Day 9. A song that makes you happy

Hoshi ni naretara – Mr. Children

Andai aku jadi bintang.

Lagu yang membuat gembira itu adalah lagu yang kalau dinyanyikan pada waktu konser pengen teriak ikutan nyanyi unison dengan penonton konser yang lain sambil tersenyum sumringah. Ada beberapa lagu yang masuk kriteria ini, salah satunya lagu Mr. Children ini bisa jadi booster mood kalau lagi galau.


Day 10. A song that makes you sad
Last Flowers – Radiohead

Kebanyakan lagu sedih yang bikin “ngilu” perasaan justru berasal dari film yang juga bikin aku mellow seharian setelah nonton. Salah satunya film Confessions yang menyajikan lagu Radiohead ini. Last Flower pas sekali ditaruh di adegan yang membuat penonton merasa miris dengan pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur.

 

 


30 Day Music Challenge (part 2)

$
0
0

Lanjutan dari bagian 1 untuk 10 lagu selanjutnya.

Day 11. A song that you never get tired of.

Funny Bunny – The Pillows
It’s been 10 years since I heard this song for the first time. I notice a simple tone, catchy and strong lyric, then I falling in love to this song until now, and I know that I will always love it.

Day 12. A song from your pre-teen years.

La Paloma – Sebastian Iradier

Karena kata gugel, pree teen itu masa umur 11-12 tahun.
Kelas 4 SD, ayahku dipindah tugas ke kelapa kampit (silahkan gugel lokasinya di mana). Kecamatan kecil membuatku punya banyak waktu luang untuk belajar hal-hal baru.
Sewaktu kelas 5 SD, ayahku pulang dari Jakarta membawa keyboard merk Yamaha. Waktu itu ayah sedang mengajarkan aku cara bermain gitar dan aku agak malas berlatih gara-gara jariku jadi sakit. Melihat ayah memainkan keyboard dengan nyaman tanpa jari kesakitan, akhirnya aku minta agar ayah mengajariku cara bermain keyboard. Lagu pertama yang ayah ajarkan padaku sampai aku bisa memainkannya sendiri dengan keyboard adalah lagu La Paloma dengan irama Waltz.

Day 13. One of your favorite 70’s songs.

Dakishimetai – Happy End

Satu album bagus semua, tapi aku pilih lagu ini deh buat representasi lagu tahun 1970an. Dakishimetai (ingin memelukmu) adalah lagu yang mengawali  album Kaze machi Roman (rilis tahun 1971) di track pertama. Happy End adalah grup folk rock Jepang favoritku dari tahun 1970an.

Day 14. A song that you would love played at your wedding.

Kazoku ni Narou – Fukuyama Masaharu.
Marilah berkeluarga…

Ada beberapa lagu yang mau kumasukkan ke dalam daftar, sayangnya nggak kesampaian dibawakan pas beneran wedding gara-gara penyanyinya gak tau lagunya.
Lirik Kazoku ni Narou ini indah buat pasangan yang mau menikah.

Tentang liriknya, pernah kubahas di blog ini pada tulisan Marilah Berkeluarga

 

Day 15. A song that is a cover by another artist.

Sympathy for the Devil – The Rolling Stones

Dicover sama Guns and Roses, dan begonya banyak anak-anak muda gak tau kalau lagu ini lagu Stones. Selain GNR, lagu ini juga dicover Jane’s Addiction, Ozzy Osbourne, Motorhead, dll

Day 16. One of your favorite Classsical songs.

Étude Op. 10, No. 3 – Chopin

Ada beberapa nomor klasik yang kusuka selain yang mainstream dari Beethoven dan mozart. Tapi pilahanku jatuh ke nomor yang di Jepang dikenal sebagai wakare no kyoku, the most beautiful classical piano, melebihi kesukaanku pada Air on G sting-nya Bach, Blue Danube-nya Strauss, atau Harbanera-nya Bizet, maupun Arabesque-nya Debussy.
Padahal dulu jaman SMA aku masih menganggap lagu klasik itu lagu buat tidur dan bikin ngantuk  😛

Day 17. A song that would sing a duet with on karaoke

Virginia Moon – Foo Fighter Feat. Norah Jones

Day 18. A song from the year that you were born

Hooked on a Feeling – Blue Suede

Salah satu dari sekian banyak versi yang direkam.

Day 19. A song that makes you think about life.

Sajadah Panjang – Bimbo

Actually, it makes me think about life and death, about what I’ve done.

Day 20. A song that has many meanings to you.

Something – The Beatles

Everybody loves The Beatles.


30 Day Music Challenge (part 3)

$
0
0

Sambungan dari bagian pertama dan bagian dua. Ini bagian ketiga yang berarti bagian terakhir dari 30 hari tantangan.


Day 21. A favorite song with a person’s name in the title.

Ophelia – L’arc~en~Ciel

Saya suka lagu Laruku yang ini karena 2 hal, Jazzy tunes dan hyde main saxophone ketika dibawakan dalam konser. Dulu nyanyi di karaoke sama mantan pacar, lirik nama Ophelia diganti pakai namanya bikin dia tersipu 😛

Day 22. A song that moves you forward

Boku ga boku de aru tame ni – Yutaka Ozaki

Liriknya mengajak untuk selalu menang, menang dan menang dalam setiap pertempuran. Karena hidup ini adalah perang yang harus kita menangkan demi kebahagiaan.

Day 23. A song that you think everybody should listen to

Wish you were here – Fourplay

Nothing particularly, let’s just relax and enjoy the song.


Day 24. A song by a band you wish were still together.

Misty Mountain Hop – Led Zeppelin

Dari kemarin pengen masukin LZ secara LZ adalah rock band 70an favoritku. akhir kesampaian juga di sini. Sudah banyak orang yang menawarkan LZ untuk gabung kembali tapi selalu ditolak oleh 3 sisa anggotanya dengan alasan yang sangat jelas: Tidak ada yang bisa menggantikan gebukan drums mendiang Bonzo, tidak juga anaknya Jason Bonham. Pernah beberapa kali konser reuni, tapi itu tidak membuat LZ bergabung kembali.


Day 25. A song by an artist no longer living.

Kurumaya-san – Misora Hibari
Jazz campur Enka, sedap betul di telinga. DIbawakan oleh Misora Hibari yang merupakan legenda penyanyi enka Jepang. Thanks to Tokyo Jihen, cover version mereka yang mengenalkanku pada lagu indah ini.

Day 26. A song that makes you want to fall in love.

Hitomi no Jyuunin – L’arc~en~ciel

OK, Laruku muncul dua kali. Saya akui ini agak subjektif secara saya ini ngefans sama mereka. Dulu kalau nonton konser sendirian, pas dengerin lagu ini tiba-tiba pengen ikutan unison nyanyi bareng sama pacar (yang belum punya).

Day 27. A Song that breaks your heart.

Kasih Tak Sampai – Padi

Nganu…..tapi udah lewat sekian tahun sih, udah gak peduli lagi :v

Day 28. A song by an artist with a voice that you love.

Wah, ini lumayan banyak terutama dari genre Jazz. Ada Al Jarreau, Ella Fitzgerald, sampai yang modern kayak Norah Jones dan Diana Krall. Dari pop yang paling berkesan ya suara Celine Dion, sedangkan Rocker yang paling bikin greget ya Farrokh Bulsara. Bingung milihnya.

OK deh, pilih Al aja. Ini redintion Al Jarreau menyanyikan lagu karya Paul Macca dan John Lenny.

She’s Leaving home – Al Jarreau

Day 29. A song that you remember from your childhood.

Voltus Lima – versi bahasa Indonesia.

Nonton serialnya di video dan doyan, lalu dibelikan kaset sama ayah dan diputar ulang terus sampai hapal lirik lagunya luar kepala.


Final song.
Day 30. A song that reminds you of yourself.

Toumei Ningen – Tokyo Jihen

Manusia transparan alias invisible man. Sejak menggunakan judul lagu ini sebagai tema blog di wordpress, makin merasa betapa diri ini memang cuma manusia transparan. Eksis tapi tak disadari oleh orang-orang di sekitar. Walaupun demikian tetap saja berusaha berkontribusi untuk melakukan hal positif atas nama kebaikan.
Pada dasarnya memang tak ingin jadi pusat perhatian, tapi di belakang layar justru membawa perubahan pada lingkungan sekitar.
It is me, boku wa toumei ningen saa!


L’25 Tokyo Dome

$
0
0


Tulisan ini memuat pernak-pernik sewaktu aku nonton konser ulang tahun ke 25 L’Arc~en~Ciel atau dikenal dengan nama 25th L’Anniversary di Tokyo Dome pada hari minggu tanggal 9 April 2017.

Ticketing

Sistem pembelian tiket konser L’25 sungguh menyebalkan.

Awalnya aku membeli tiket Fans Club (FC) secara aku adalah member Le Ciel (fans club resmi L’Arc~en~Ciel). Selain aku dan istriku, ada teman yang nitip buat beli atas namaku, jadilah aku memesan 6 tiket untuk 2 hari. Karena sistem pembelian tiket FC berdasarkan undian, jadinya untung-untungan, dan ternyata aku cuma mendapatkan 2 tiket Le Ciel untuk konser hari minggu sedangkan semua pesanan tiket hari sabtu gagal total.


Karena temanku masih berharap untuk nonton konser L’25, jadilah aku membantu dia memesan tiket pre-order lewat agen pemesanan tiket lain. Ternyata penjualan tiket pre-order dibagi-bagi lagi per agen pemesanan. Awalnya lewat L’mobile (situs resmi berita L’Arc~en~Ciel via mobile phone) yang juga diundi. Lalu pre-order tiket online resmi dibuka lagi via Lawson, ticketpia dan e-plus dan semuanya diundi. Ketika hasil undian selesai diumumkan, ketiga penjual pre-order tiket online resmi tersebut membuka kembali pre-order tiket konser. Ngapain coba buka pre-order lebih dari sekali?
Belum lagi pre-order dibuka via yahoo-ticket dan kyodo, hitung-hitung ada 7 penjual pre-order tiket (belum lagi menghitung 3 diantaranya buka 2 kali) dan semuanya menggunakan sistem undian.
Selain itu, tiket calo mulai dijual-belikan secara online dengan harga berlipat.

Akibat permintaan tiket yang membelundak dan tiket regular sold out, pihak manajemen konser akhirnya menjual tiket di belakang panggung dengan harga hanya setengah dari tiket biasa, 4500 yen tanpa LED wristband. Ada juga yang beli walau aku tak tahu apakah sold iut atau tidak. Bayangkan, di belakang panggung cuma bisa lihat penonton yang hadir, artisnya sama sekali tak kelihatan, malah giant screen juga tak ada. Mereka cuma jual suasana konser saja.

Kursi kosong

Karena blok di sekitarku adalah blok untuk tiket FC Le Ciel, kukira tak akan ada kursi kosong karena member Le Ciel sendiri dibatasi mendapatkan tiket. Nyatanya ada beberapa kursi kosong. Di jejeran kursiku ada 2 kursi kosong, sedangkan jejeran di belakangku ada 2 kursi kosong. Aku jadi berasumsi, mungkin mereka berhalangan hadir, atau mungkin mereka calo yang gak berhasil menjual tiket dengan harga mahal.


Selain itu juga di jejeran lain aku menemukan ada kursi yang dilipat dan ditempeli tulisan yang menyatakan bahwa tiket untuk nomor kursi tersebut ditemukan telah dilelang oleh calo lewat situs auction, jadinya transaksi dibatalkan.

Konser

Walaupun ini konser untuk merayakan 25 tahun L’Arc~en~Ciel, rasanya koq ya kurang wah. Gak jelek sih, tapi dibandingkan konser perayaan ulang tahun ke 15 dan 20 tahun L’Arc~en~Ciel, konser L’25 ini terkesan kurang mewah.


Block tempat kami nonton letaknya di tengah Tokyo Dome, otomatis jauh dari panggung utama. Tadinya aku berharap mendapatkan tiket di arena, tapi yah namanya juga nomor tiket diundi, mau apa lagi. Walaupun demikian, block kami dekat  dengan second stage (panggung kecil tempat mereka membawakan 2 lagu di pertengahan konser) sekitar 10 meter dari kursiku, jadinya ada lebih kurang 20 menit bisa melihat tampang personil L’Arc~en~Ciel dengan jelas ketika mereka manggung membawakan lagu Kaze no Yukue dan XXX.

Penonton

Selain nonton konser, aku dan istri sempat memperhatikan tingkah polah penonton di sekitar kami.

Yang menarik, di sisi kanan kami ada bapak-bapak umur 50an tahun nonton tanpa ekspresi. Sepanjang dia nonton, mukanya serius sekali sambil kedua tangannya bersedekap di depan dada atau sesekali berkacak pinggang. Si bapak nontonnya hanya sampai pertengahan konser, lalu tiba-tiba pergi begitu saja.

Di kursi sebelah si bapak, ada seorang ibu usia 30-40an tahun masih berpakaian jas kerja yang datang terlambat 2-3 lagu di awal. Beliau nonton sambil tersenyum tanpa mengenakan LED wristband yang sudah disediakan panitia. Istriku sempat berkelakar, mungkin si ibu itu perempuan muda penonton yang ada di film dokumenter konser L’Arc~en~Ciel tahun 1995 yang diputar di jeda konser, dan sekarang datang untuk mengenang masa lalu, LOL.

Si ibu ini pulang sebelum konser berakhir, mungkin karena beliau kecapekan pulang dari kerja langsung nonton konser.

Di barisan depan, ada anak lelaki umur SMP yang nonton dengan lelaki tua yang kami kira bapaknya. Asumsi kami, mungkin anaknya pengen nonton tapi gak diijinkan nonton sendirian sehingga harus ditemani bapaknya.

Sisanya, cewek di depan dan belakang kami nonton dengan semangat, tak lupa menggerakkan tangan dengan ritme mengikuti irama lagu sambil sesekali bertepuk tangan dengan seru.

Balon

Beberapa buah balon besar dilemparkan oleh panitia ke penonton ketika lagu Stay Away dimainkan. Balon-balon besar warna-warni itu memantul ke sana sini ditepak-tepuk oleh para penonton (atau malah disundul kepala) menambah meriah suasana konser.
Salah satu balon mulai memantul ke arahku dan ketika memantul ke penonton beberapa baris di depanku balonnya tiba-tiba meletus. Lumayan bikin kaget juga, tapi penonton yang ada di lokasi balon meletus pasti lebih kaget lagi, atau mungkin mereka menganggap letusan balon besar itu sebagai kenangan tak terlupakan. LOL.

Confetti

Sewaktu L’Arc~en~Ciel memainkan lagu Ready Steady Go, seperti biasa terdengar ledakan dan pita-pita confetti meluncur memenuhi langit-langit Tokyo Dome. Confetti yang berjatuhan jadi bahan rebutan para penonton untuk memorabilia konser. Sebenarnya sih aku sama sekali gak punya niat untuk ikut rebutan confetti, hanya saja naluri sebagai penonton membuat tanganku tiba-tiba ikutan bergerak menjambak sana sini merebut confetti yang sedang melayang turun. Hasilnya 3 confetti berhasil kurebut, termasuk satu hasil jambak-jambakan berebut sama mbak-mbak di barisan belakangku. LOL

LED wristband

Sebuah LED wristband ditempel di kursi untuk dipakai penonton sebagai ganti light stick. Jeda setelah lagu Ready Steady Go, aku duduk dan menggulung confetti sambil menikmati film dokumenter tentang perjalanan L’Arc~en~Ciel, Tiba-tiba L’Arc~en~Ciel muncul di depan panggung membawakan lagu baru mereka Don’t be Afraid. Aku pun mendadak berdiri, lupa bahwa LED wristbandku sedang kulepas dan ada di pangkuanku. LED wristband jatahku jatuh bergelinding ke bawah tanpa bisa kucegah.


Daripada mencarinya padahal konser sudah dimulai lagi, kuambil saja wristband yang ditempel di kursi kosong sebelahku. Toh aku cuma membawa pulang satu LED wristband doang dan LED wristband di kursi kosong itu tak terpakai pula, dari pada mubazir. LOL

Baper

Ketika lagu terakhir Hitomi no Jyuunin dimainkan, suasana mulai terasa syahdu ditambah para penonton mengayun-ayunkan lengan mereka dengan lampu LED dari wristband yang menyala. Lagu terakhir dan para fans mungkin bertanya-tanya kapan member L’Arc~en~Ciel akan ngumpul lagi disela-sela kesibukan proyek solo masing-masing dan mengadakan tur konser.

Cewek-cewek di sekitarku mulai menangis, malah di barisan belakangku ada 3 cewek menangis sambil terisak. Jama’ah Larukuiyah akhirnya baper berjamaah di lagu penghujung sambil berlinang airmata.

L’Arc~en~Ciel

Rambut hyde sudah berhenti memakai rambut palsu tambahan, setidaknya rambut pendek bikin sosoknya lebih fresh. Sayang alisnya dicukur habis, malah jadi terlihat aneh 😦
Tetsuya masih sama seperti dulu, Masih modis, klimis dan tentunya masih suka bagi-bagi pisang.
Ken yang paling terlihat berubah. Keliatan banget Ken makin gemuk, pipinya makin tembem dan lehernya terlihat lebih berisi. Makin keliatan kayak om-om, mungkin efek mau jadi bapak tahun ini.

Yukihiro sama sekali tak berubah, masih cool dan pendiam. Sayang aksi solo gebuk drums agak singkat, cuma sekitar 1 menit lalu selesai. Padahal pas konser perayaan 20 tahun, Yukihiro memainkan stick dan drums sendirian lumayan lama, ditambah efek laser pula. 😦

Akhir cerita, semoga mereka rilis album baru dan mengadakan konser tur promosi supaya kita bisa nonton konser L’Arc~en~Ciel lagi.
Amiin…..


Gifted

$
0
0

Gifted-movie-banner-poster

Plot

Sejak usia 1 tahun sepeninggal ibunya yang tewas bunuh diri, Mary Adler (Mckenna Grace) diasuh pamannya Frank Adler (Chris Evans). Selama 6 tahun semuanya berjalan normal hingga ibu Frank, Evelyn Adler (Lindsay Duncan) datang mengunjungi mereka. Evelyn yang menginginkan cucunya akhirnya menuntut Frank ke pengadilan untuk menyerahkan hak asuh Mary ke tangannya.

Komentar

Yang membuatku tertarik nonton film ini adalah sutradaranya Marc Webb yang pernah membuat salah satu romcom terbaik (500) Days of Summer.
Secara keseluruhan, Gifted cukup menarik untuk ditonton sebagai drama keluarga, tidak terlalu tear-jerking, tapi lumayan menyentuh. Hanya saja boleh dibilang tidak istimewa jika mau dibandingkan dengan film tentang perebutan hak asuh anak seperti Kramer vs Kramer. Sayangnya, Webb tidak berhasil menampilkan sesuatu yang baru dalam film ini. Gaya penyutradaraannya biasa saja walau tak bisa dibilang jelek.

Akting para aktor juga biasa saja, walau tentunya kredit khusus selalu kuberikan untuk si bintang cilik. Mckenna Grace yang imut dan menggemaskan selalu memikat perhatian setiap kali kemunculannya di layar. Setelah Chloë Grace Moretz tumbuh dewasa, ada Grace imut lain yang menggantikannya sebagai bintang cilik.

Chemistry antara Mckenna Grace dan Chris Evans mampu memikat hati penonton yang mendambakan tontonan drama tentang kehangatan keluarga.

 



Ikari (Rage)

$
0
0

 

Anger

Plot

Terjadi pembunuhan di kawasan perumahan Hachi-oji Tokyo. Sepasang suami istri dibunuh dengan cara yang sadis dan si pembunuh meninggalkan tulisan dari darah korban di dinding berupa huruf kanji IKARI (murka).

Kepolisian Tokyo mengerahkan tim untuk melacak si pembunuh dan diketahui kalau si pembunuh yang bernama Yamagami telah melakukan operasi mengubah wajahnya. Polisi menyebarkan ciri-ciri Yamagami lewat TV dan internet.

Chiba

Maki (Ken Watanabe) anaknya Aiko (Aoi Miyazaki) hidup di sebuah kota nelayan. Aiko mulai berkencan dengan seorang pemuda pendatang Toshiro (Kenichi Matsuyama). Mendapatkan Toshiro sering berbohong, Maki mulai curiga pacar anaknya adalah Yamagami.

Tokyo

Yuma (Satoshi Tsumabuki) seorang pria gay berkencan dengan Naoto (Go Ayano) yang memiliki masa lalu yang misterius. Yuma mulai curiga kalau Naoto adalah Yamagami ketika Naoto mulai membuka cerita masa lalunya sedikit demi sedikit.

Okinawa

Izumi (Suzu Hirose) dan temannya Tatsuya (Takara Matsumoto) mengunjungi sebuah pulau kosong. Di sana  Izumi bertemu dengan seorang petualang backpacker misterius yang mengaku bernama Tanaka (Mirai). Tanaka minta agar keberadaannya di pulau kosong dirahasiakan.

Komentar

Walaupun film ini gagal mendapatkan piala Japan Academy Prize 2017 sebagai film terbaik (kalah dengan Shin-Godzilla), menurutku film ini lebih memikat dibandingkan pemenangnya. Yang istimewa tentunya kasting yang dipenuhi dengan aktor dan aktris terbaik Jepang pada masanya. Ditambah dengan garapan sutradara Lee Sang-il dan skenario yang kuat, jadilah drama thriller ini istimewa.

 

Yang paling kusukai dalam film ini adalah emosi yang begitu kental dicoba untuk dihidangkan oleh Lee Sang-il. Dengan barisan para aktor mumpuni, emosi yang ditampilkan para bintang sungguh terasa kuat hentakannya.  Belum lagi beberapa adegan sengaja ditampilkan oleh Lee demi memantik emosi penonton. Misalnya saja adegan Tsumabuki dan Go berpelukan dalam keadaan bugil, lalu ketidakberdayaan ketika Izumi diperkosa oleh 2 tentara Amerika.

 

Walaupun ada misteri tentang siapa sesungguhnya 3 pemuda yang dicurigai, benarkah salah satu diantara mereka adalah Yamagami, tapi tetap saja emosi yang ditampilkan dari hubungan antar tokoh merupakan kekuatan utama film ini. Dan itu semua tak akan bisa tersampaikan tanpa deretan kasting istimewa yang mengisi film ini.


Erased

$
0
0

bokumachi

Plot

Satoru Fujinuma memiliki kemampuan unik yang dinamakan revival. Ketika ada insiden kekerasan yang menyebabkan kematian di dekatnya, waktu Satoru kembali beberapa detik sebelum kejadian dan terus kembali bagai time-loop hingga Satoru bisa menghentikan insiden kekerasan tersebut. Satoru mau tak mau harus mencegah insiden kekerasan tersebut jika ingin waktunya berjalan normal tanpa time-loop.

Suatu hari Satoru menemukan ibunya dibunuh orang di dalam apartemennya dan polisi mencurigai Satoru sebagai pembunuh. Secara otomatis Satoru kembali mengalami revival, namun kali ini bukan dalam hitungan detik melainkan mundur 18 tahun ketika dirinya masih berwujud anak 11 tahun. Rupanya kematian ibunya berhubungan dengan kasus penculikan dan pembunuhan anak-anak SD pada masa 18 tahun yang lalu, termasuk teman sekelasnya Kayo.

Mulailah petualangan Satoru di dalam tubuh anak berumur 11 tahun bersama teman-temannya berusaha menghentikan aksi si serial killer, demi menyelamatkan Kayo di masa lalu dan mencegah terbunuhnya ibunya di masa depan.

Komentar

Film ini merupakan adaptasi yang diangkat dari manga berjudul Boku dake ga inai michi karya Kei Sanbe sehingga mau tak mau aku harus membandingkan keduanya.

Yang paling mengecewakan adalah berubahnya beberapa detail plot yang menurutku justru membuat manga/anime originalnya lebih memorable dibandingkan film layar lebarnya. Yang paling terasa adalah endingnya, rasanya ending versi manga/anime membuat perasaan menjadi hangat dan memberikan harapan positif akan dunia yang lebih baik. Ending film adaptasinya malah terasa maksa, kelihatan sekali ending dibuat untuk mempercepat supaya filmnya bisa selesai tanpa perlu pusing-pusing mencari cara agar bisa sebaik ending versi manga.

Yang kedua adalah motif si serial killer yang juga terlampau standar sehingga kurang menarik, padahal dalam manga originalnya si serial killer sosoknya lumayan unik dan bisa menjadi lawan sepadan Satoru.

Tatsuya Fujiwara sendiri bermain standar sebagai Satoru, aktingnya yang biasanya bagus ketika bermain sebagai karakter psikopat tidak muncul di film ini. Kasumi Arimura yang berperan sebagai love interest Satoru permainannya tak terlalu menonjol. Setidaknya penampilan aktor-aktris cilik dalam film ini menyenangkan. Mereka bermain natural dan terlihat imut ketika sok bergaya kayak orang dewasa.

 

Lumayan lah walaupun aku lebih suka nonton versi anime yang hanya berjumlah 12 episode.


La La Land

$
0
0

LLL_Poster

Plot

Mia (Emma Stone) seorang barista yang berambisi menjadi seorang aktris bertemu dengan pianis Jazz bernama Sebastian (Ryan Gosling). Cinta, amarah, dan ambisi mewarnai perjalanan cinta mereka berdua di atas panggung kota Los Angeles.

Komentar

Ini mungkin film terbaik yang kutonton di tahun 2017 hingga hari ini. Bagian yang paling kusukai adalah musik dan lagu yang mewarnai perjalanan cinta Mia dan Sebastian di sepanjang film. Aku suka sekali dengan musik Jazz dan komposisi yang digubah Justin Hurwitz untuk film ini benar-benar masuk dan mengalir mulus ke dalam cerita yang diarahkan oleh sutradara Damien Chazelle.

 

Apa yang dilakukan oleh Chazelle dalam mengarahkan film ini adalah hal terbaik kedua yang kusukai dari La La Land. Unik, inovatif dan kreatif adalah kata-kata yang cocok disematkan pada kreativitas Chazelle. Beberapa adegan one take shoot dengan pergerakan kamera yang dinamis untuk adegan menyanyi merupakan hal yang menarik untuk disimak. Entah berapa kali Gosling dan Stone harus take ulang adegan sulit menyanyi dan menari tanpa ada cut demi memuaskan imajinasi Chazelle, dan hasilnya bisa membuatku bengong terpesona.

Dengan sinematografi indah dan karya divisi art direction yang menawan, dua divisi ini mampu membuat Los Angeles berubah mendadak menjadi panggung romantis a la Paris untuk Mia dan Sebastian, sangat wajar diganjar piala Oscar penghargaan terbaik. Ditambah dengan kostum warna warni meriah dan koreografi tarian yang cakep membuat film ini layaknya versi modern dari film-film duo Fred Astaire dan Ginger Rogers era tahun 1930-1940an.

 

Emma Stone dan Ryan Gosling seakan memang sudah ditakdirkan untuk memerankan Mia dan Sebastian. Akting mereka berdua terlihat total dan saling menyatu satu sama lainnya.

 

Dan epilogue film ini yang indah, syahdu sekaligus menyayat hati penonton yang susah move-on untuk baper seharian sehabis nonton, adalah salah satu adegan ending film romcom terbaik yang pernah kutonton. Racikan antara realita, pengandaian dan harapan, bisa diramu dengan apik dan sempurna oleh Chazelle. Ending scene La La Land ini masuk ke dalam bagian memori spesialku bersama ending beberapa film dan drama semacam Tokyo Love Story dan (500) Days with Summer.

 

Satu-satunya penyesalanku adalah….aku tidak menontonnya di bioskop. Padahal film ini sangat sempurna jika ditonton di layar lebar, lengkap dengan audio stereo theater yang berkualitas dibandingkan speaker komputer yang terbatas.

 

 


Daftar film 2017 (Januari-Juni)

$
0
0

Ini adalah daftar film-film yang kutonton selama 6 bulan dari Januari hingga Juni tahun 2017. Dalam setengah tahun malah tak sampai jumlahnya mencapai 30 film. Sejak punya anak memang makin bertambah sibuk, hingga waktu nonton juga semakin berkurang.

 

1. Rudolf the Black Cat.
Ditonton di dalam kapal udara bareng si bocil yang gak mau diam.
Pesan moral: selalu bersiap untuk kemungkinan terburuk, selalu sediakan plan b, plan c, etc.

2. Time Raiders.
Adaptasi dari novel tentang keluarga yang berprofesi sebagai penjarah makam kuno.
Idenya sebenarnya menarik, sayang eksekusinya mentah plus plotnya terlampau sederhana. CGI-nya garing, keliatan banget bo’ongnya.

Awalnya nonton di dalam pesawat tapi gak selesai, baru berhasil ditamatkan di daratan.

3. Operation Mekong.
Film aksi standar dibalut propaganda supremasi kekuatan militer Republik Rakyat China “demi” menjaga perdamaian di negara-negara tetangga China. Menariknya, sutradaranya orang Hongkong dan aktor utamanya Eddie Peng orang Taiwan. Kolaborasi keduanya membuat film bernuansa propaganda RRC lumayan bikin penasaran.

4. Doctor Strange
Gayanya beda kalo dibanding sama film superhero.
Gimana yah? Kayak Lord Voldemort datang muncul membantu si penyihir melawan para pasukan bunuh diri dalam pilem Suicide Squad gitu kan aneh-aneh sedap dikhayalkan.
btw, CGI gedung kelipet itu bikin ingat Insepsyon-nya Nolan.
Itung-itung penyegaran nonton pilem superhiro mainstream.
Namanya aja Dokter Aneh.

5. Sword Master.
Tuan muda ke-3 keluarga Xie dari partai pedang dewa, adalah pendekar pedang nomor satu yang tak terkalahkan. Lelah bertarung, si anak ke-3 ketua partai pedang dewa tersebut akhirnya merantau jadi gelandangan tak mau lagi bertarung dan membunuh. Di lain pihak, Yan Se-san si 13 walet mencarinya untuk menentukan pedang siapa yang lebih tangguh.

Ini film wuxia adaptasi novel silat karya Gu Long (Khu Lung).

6. Sky on Fire

Plot ceritanya tentang rebutan sel super untuk menyembuhkan segala macam penyakit, termasuk kanker. Biasa banget.
Sempat mulai seru di pertengahan, tapi tetap aja ujung-ujungnya tak istimewa. Lama tak menyutradarai, arahan Ringo Lam malah mengecewakan di film keduanya sejak hiatus. City on Fire jauh lebih menarik daripada Sky on Fire. Tampilnya aktor bagus sekelas Daniel Wu dan Zhang Jingchu jadi mubazir gara-gara skenario acak2an dan arahan yang medioker.
Semoga Ringo Lam menemukan sentuhan emasnya kembali.

7. Zootopia

Telat nonton.
Nonton bareng si bocil, tapi karena dia belum ngerti isi cerita, cuma betah 15 menit duduk dipangku sambil nonton.
Film bagus dan menarik, tema persahabatannya menyentuh, tema pluralismenya dibawakan dengan mulus.

8. XXX: The Return of Xander Cage

Film yang cuma ditonton buat ngabisin waktu tanpa perlu mikir. Pas adegan ngobrol di skip, jadinya gak tau film ini mau cerita apa kecuali rebutan device kotak item. Jagoannya rame-rame gak ada yang mati walau dihujani peluru, kayaknya mereka punya backup dukun sakti yang bisa bikin peluru ogah nancep di kepala mereka.

9. Resident Evil – The Final Chapter

Capek nontonnya.
Berantem bak bik buk -> lari -> kejar-kejaran -> dor dor dor tembak sana sini -> menang.
Ulangi lagi berantem bak bik buk -> lari -> kejar-kejaran -> dor dor dor tembak sana sini -> menang.
Ulangi lagi berantem bak bik buk…..dst.

Satu-satunya adegan yang menarik: Wesker dipecat. Hahahaha….

NB.
Lagu Laruku Don’t Be Afraid diputar di ending scroll, rupanya cuma khusus buat film yang tayang di Jepang saja. Untuk tayang di bioskop luar Jepang cuma pakai musik orkestra saja.

10. Headshot.
Plot ceritanya dangkal, akting para pemerannya juga pas-pasan. Tapi aksinya lumayan seru walau beberapa kali terjadi pengulangan koreografi tarung dari The Raid dan sequelnya, mengingat penata laganya masih Iko Uwais. Tapi yang paling menyebalkan adalah dialog gado-gado campur aduk bahasa Indonesia baku dan bahasa Inggris. Kenapa sih gak fokus bikin dialog satu bahasa doang?

11. Kungfu Yoga.

Jeki Cen sudah tua. Tadinya berharap pada sutradara Stanley Tong untuk membangkitkan rasa komedi aksi yang lebih fresh, seperti yang dilakukannya pada bagian ketiga dari Police Story: Super Cop. Nyataya gagal juga. Satu-satunya adegan menarik, Jeki Cen ngebut pake mobil bareng seekor Singa.

12. Solace.

Pertama tahu dari Jensen dan tertarik nonton karena dia bilang tokoh antagonisnya pintar.
Plot cerita lumayan, karakter biasa aja, yang istimewa cast dan duel akting duo Anthony Hopskins vs Collin Farrel. Chemistry mereka berdua keren dan jadi jangkar penolong film ini.

13. Logan.

Aku lumayan suka The Wolverine, dan kali ini sutradara James Mangold dan Hugh Jackman bekerja sama lagi membuat sequelnya Logan. Ternyata Logan melebihi ekspektasiku, boleh dibilang Logan melompati kualitas The Wolverine lumayan jauh ke depan. Chemistry Steward dan Jackman sebagai Prof. Xavier dan Logan yang sudah berusia senja benar-benar menggugah, mereka berdua berhasil membawakan peran superhero yang hampir tak pernah dibahas dalam film yaitu suka duka superhero bangkotan yang sudah bau tanah. Drama ayah-anak antara Logan-Laura memikat dan Dafne Keen yang berperan sebagai Laura patut mendapat pujian khusus.

14. Kong: Skull Island.

Gak nyangka, ternyata filmnya menyenangkan untuk ditonton. Aksinya seru, selipan komedinya cukup menarik, CGI juga lumayan keren. Plotnya standar tapi eksekusinya bagus dan pace film juga enak ditonton.

15. Split.

Semua orang yang nonton film ini bilang kalau filmnya bagus. Walau tadinya rada skeptis mengingat Baba Manoj Shyamalan banyak menumpuk dosa, tapi akhirnya nonton juga.
Eh ternyata emang bagus, Baba Manoj kayaknya udah taubat nasuha. Film terakhirnya The Visit udah lumayan bagus dan kualitas film Split meningkat lagi dari sekedar bagus.
Yang paling pantas mendapat acungan jempol adalah James McAvoy. McAvoy sepertinya mendapatkan panggung spesial untuk unjuk kebolehan akting memerankan 23 karakter berbeda dalam satu tubuh (walau yang tampil cuma 8 karakter). Bukan cuma mimik wajah, gerak tubuh 8 karakter berbeda tersebut juga bisa ditampilkan McAvoy dengan mulus. 4 jempol buat McAvoy.
O iya, kejutan manis di akhir film. Gak nyangka kalau film ini semi-sequel, atau setidaknya satu time-line dengan film buatan Baba Manoj sebelumnya.
Ditunggu sequelnya!

16. Ghost in the Shell.

Visualnya keren. Apa yang kubayangkan dari versi anime bisa dipaparkan dalam film ini dengan baik.
Saya sih sebenarnya gak terlalu masalah dengan casting mbak ScarJo, hanya saja yang maksa itu membuat sosok fisik si Major jadi orang asia timur dari ngitemin rambut sampai mengesankan mata ScarJo terlihat sipit. Kalau mau, bikin aja karakter baru dengan latar bule atau bikin fisik si Major tetap kaukasia. Soal Ghost orang Jepang gak masalah kalaupun fisik tetap kaukasia.
Soal plot cerita sih biasa banget. Gak ada istimewanya.

17. The Great Wall.

Seru dan menghibur sih, tapi sayangnya miskin plot. Gak biasanya Zhang Yimou bikin film epic monster-monsteran khusus buat konsumsi moviegoers yang doyan film blockbuster.
Dulu film epic berjudul Hero, digarap Zhang penuh dengan filosofi yang ditutupi dengan adegan kungfu artistik. The Great Wall justru lumayan gagal, mungkin karena terlalu fokus menjual CGI dan pertempuran melawan monster.
Yang paling kusuka justru bukan interaksi Matt Damon dan si jendral cantik Jing Tian, melainkan bromance Matt Damon dengan Pedro Pascal.
Soal white savior narrative, mau gimana lagi? Wong emang dari skenario plotnya dibikin kayak gitu koq.

dan nasib karakter Andy Lau sudah bisa ditebak, dan Matt Damon kembali harus diselamatkan seperti yang sudah-sudah.

18. Cashback.

Nontonnya sih skip-skip gitu, soalnya rada bosenin.
Tapi lagu theme song filmnya “She” enak didengar. Ternyata yang bawain Grand Avenue itu band Denmark. Jadi lebih ingat lagunya daripada filmnya.

19. Guardians.

Cerita mainstream banget, CGI pas-pasan, karakterisasi dangkal, banyak plot hole, aktingnya juga kelas sinetron.
Entah apa yang menarik dari film Russia ini, padahal promosinya lumayan jor-joran. Akhirnya aku nonton skip sana sini nunggu adegan eksyen doang yang terus terang aja kurang menarik.
Ya… Begitulah.

20: John Wick Chapter 2.
Lebih keren dari yang pertama, walaupun plotnya nggak seabsurd (dalam artian positif) prequelnya. Tapi adegan aksinya memang full entertaining. Best action film in this year movie so far.
21. Assassin’s Creed.
Lama ngedon nunggu diabisin gara-gara bosen pas nonton, akhirnya selesai juga.
Plot si Callum di dunia modern memang membosankan bikin ngantuk, tapi scene Aguillar di Granada abad pertengahan itu asyik. Kalau Assassin’s Creed mau bikin sequel, mending fokus aja sama era abad pertengahan.
22. Erased.
Beberapa detail plot dari manga originalnya berubah dan mengurangi serunya petualangan Satoru di tubuh dirinya sendiri ketika berusia 11 tahun. Lumayan sih walau aku lebih suka nonton animenya yang cuma berjumlah 12 episode itu.

23. CHiPs.

Plotnya campur aduk, acak kadut, lucunya slaptik, omongannya sexist. Kalau suka gaya guyonan kasar a la MacFarlane, film ini lumayan menghibur. Gak usah dipikirin sih, yang penting ketawa-ketawa gak jelas kayak nonton film warkop DKI.
Aku sih terhibur, lalu setelah nonton lupakan saja filmnya.

 

24. Finding Dory.

“You’re lucky! No memories, no problems.” ~ Hank

Another great adventure story with friendship and family theme from pixar. Love Love Love it so much.

25. Power Rangers.

Kalau niat nonton buat seriusan kayaknya gak cocok, cheesy banget. Tapi kalau cuma buat nostalgia sekedar nungguin waktu buka puasa, boleh juga.

 

26. La La Land.

Film terbaik yang saya tonton di tahun 2017 hingga bulan Juni. Besutan sutradara dan musiknya memang top markotop walau plot ceritanya standar.

Bisa dibaca review lengkap di sini

 

27. King Arthur: Legend of the Sword.

Nothing special. Tangan dingin Ritchie mulai meleleh. Baik pengembangan karakter maupun ceritanya gak ada yang menarik, biasa aja. Malah sempat kepikir, Guy Ritchie ini kandidat penerus Michael Bay untuk bikin sequel Transformers ke sekian.

 

28. Shock Wave.

Andy Lau main jadi penjinak bom berdedikasi tinggi. Ada beberapa plot drama tambahan yang rada maksa. Tapi adegan klimaks teror bom di dalam terowongan lumayan lah, gak jelek-jelek amat.
Tokoh utamanya dimainkan oleh Andy Lau dan bisa tebak sendiri nasib karakter utamanya di akhir film.
Andy Lau seperti biasa….

29. Wonder Woman.

Lumayan lah filmnya. Setidaknya jauh lebih mendingan dibanding Batman vs Superman yang over the top itu.
Dalam beberapa adegan, Wonder Woman ini bikin ingat sama Xena: Warrior Princess. Anggap aja Wonder Woman adalah Xena tanpa yell Aya ya ya ya ya…. 😛


Muhammad: The Messenger Of God

$
0
0

Tidak seperti Sunni yang secara ketat melarang menampilkan penggambaran fisik  Muhammad, Syiah dikenal lebih longgar dalam hal ini. Malah Syiah kontemporer mengijinkan sosok  Muhammad ditampilkan dalam film dengan syarat harus diperlakukan dengan penuh kehormatan.

Karena itu pula, film buatan Iran arahan sutradara Majid Majidi ini sempat membuat heboh negara-negara dengan penduduk mayoritas muslim Sunni karena menampilkan sosok Muhammad secara fisik.

Walaupun wajah dan suara Muhammad tidak ditampilkan (hanya bagian punggung dan kepala bersorban terlihat dari belakang, sedangkan suara digantikan teks tulisan), tetap saja ada protes untuk melarang penayangan film ini di negara-negara berpenduduk mayoritas Sunni, termasuk Indonesia.

poster

Plot

Pada masa ketika Muhammad dan kelompok minoritas muslim di Mekkah mengalami persekusi oleh masyarakat Quraish, Abu Thalib sang pemimpin bani Quraish sekaligus paman Muhammad tetap tak bergeming melindungi keponakannya.

Pulang dari pertemuannya dengan Abu Sufyan yang mencoba membujuk Abu Thalib agar melepas perlindungannya pada Muhammad, Abu Thalib mengenang masa lalu. Masa-masa di mana ayahnya Abdul Muthalib masih hidup, ketika Abrahah raja Abesinia menyerang Mekkah dengan pasukan gajahnya dan ketika keponakannya Muhammad lahir pada tahun yang sama. Narasi film ini pun dimulai dengan gaya kilas balik.

 

Komentar
Beberapa kali saya membaca review film ini dengan penekanan Syiah, Syiah dan Syiah lagi sampai bosan membacanya tanpa penjelasan detail sebelah mana bagian Syiah dari biografi Muhammad pada masa kanak-kanak, karena film ini bertutur tentang Muhammad dari masa sebelum lahir hingga beliau berumur 13 tahun.
Masa kanak-kanak Muhammad ini termasuk masa yang jarang ada catatan biografinya, karena biografi Muhammad sebagian besar berpusat pada masa misi kenabian hingga wafat. Kebanyakan biografi masa kanak-kanak Muhammad berasal dari campuran cerita sejarah, folklore dan legenda, karena itu pula saya bingung dengan tuduhan biografi masa kanak-kanak Muhammad versi Syiah. Kalaupun ada pengaruh Syiah, itu tak jauh dari keberadaan sosok fisik Muhammad dalam film.

 

Selain itu juga, memang ada beberapa adegan yang menampilkan kepedulian Muhammad terhadap sesama (termasuk budak) yang belum pernah saya dengar/baca dari versi Sunni, dan saya yakin itu tak lebih dari kreativitas penulis skenario demi menunjukkan betapa mulianya kepribadian Muhammad sejak kanak-kanak. Itupun saya maklumi karena ini genre film drama biografi yang sering melakukan deviasi cerita asli demi membangun karakter tokoh dalam film.

poster2

Abdul Muthalib mengumumkan nama cucunya yang baru lahir pada kumpulan masyarakat Mekkah di depan Ka’bah. Dominasi warna cokelat/kuning natural dipadu dengan lightning keren membuat sinematografinya memukau.

Durasi film Muhammad: The Messenger Of God lumayan panjang yaitu hampir 3 jam. Boleh dibilang 1 jam pertama lumayan dragging ketika bertutur tentang kondisi jazirah Arab pra kelahiran Muhammad, lambatnya film bertutur sampai saya agak bosan menontonnya. Untung saja sinematografi yang digarap Vittorio Storaro memang mengesankan dan mampu membuat saya bertahan untuk terus menonton.

 

Sinematografi merupakan kekuatan utama film ini. Permainan cahaya dan warna yang didominasi warna coklat natural sungguh indah ditonton. Kadang di sela-sela kebosanan, saya masih sempat menimati bagian scene yang memainkan komposisi cahaya dengan warna yang asyik dilihat.

Selain itu, aransemen musik juga lumayan menarik. Usaha A. A. Rahman dalam membangun suasana drama masa jahiliyah jazirah Arab berhasil dengan sukses walaupun tidak bisa dibilang istimewa seperti  masterpiece A. A. Rahman dalam Slumdog Millionaire.

 

Yang paling mencuri perhatianku dari deretan para aktor dan aktris adalah Mina Sadati yang berperan sebagai Aminah. Orangnya cantik sekali, ditambah karakter yang diperankannya lemah lembut sempat membuatku terpukau. Gaya akting para aktor dan aktris cenderung teaterikal, saya kira karena sang sutradara menginginkan film ini dibuat dengan gaya puitis layaknya panggung theater.

poster1

Mina Sadati yang cantik dan anggun.

 

Arahan Majid Majidi sendiri terlihat cenderung ingin membuat film ini puitis, baik dari gaya penyutradaraan, angle kamera yang ditampilkan, sinematografi dan musik, hingga dialog yang ditampilkan. Dengan CGI minimalis, film ini lebih terasa realistis dan intelek dibandingkan jika memaksakan menampilkan berbagai macam mukjizat heboh berbalut CGI.

 

Sebagai sebuah film epic biography, Muhammad: The Messenger Of God mengulang kesalahan yang sering dibuat oleh film-maker film-film sejenis yaitu terlalu kaku. Karakter-karakter yang memenuhi layar boleh dibilang sangat hitam-putih. Protogonis utama adalah kakek (Abdul Muthalib) dan paman (Abu Thalib) Muhammad yang digambarkan sangat berkomitmen, baik hati dan penuh belas kasih tanpa sedikitpun ada area abu-abu di dalamnya. Untuk lawan mereka, sosok Abrahah, Abu Sufyan dan paman Muhammad yang lain Abu Lahab digambarkan sangat negatif, sombong dan antagonis. Aminah sang ibunda digambarkan sebagai sosok yang lemah lembut penuh kasih sayang, begitu pula sang ibu susu Halimah Sa’adiyah. Apalagi sosok Muhammad yang digambarkan sangat-sangat positif.
Saya tidak menyalahkan Majid Majidi dan kru dalam hal ini, karena bagaimanapun mereka juga terikat pada pandangan pribadi mereka terhadap karakter-karakter pendukung sang nabi, terlebih lagi sosok Muhammad sendiri. Lagi pula saya mengerti bahwa baik Sunni, Syiah bahkan Ahmadiyyah sekalipun sangat mengagungkan sosok Muhammad yang dipandang sebagai manusia paling sempurna yang pernah hidup di muka bumi.

Apalagi dewan ulama Iran sebagai sponsor memberikan syarat jika ingin film ini produksi dan dirilis, sosok Muhammad harus ditampilkan sangat positif tanpa cela.

 

7 tahun usaha Majid Majidi membuat film ini, 4 tahun dihabiskan untuk membangun set kota replika Mekkah dan Madinah abad ke-6 termasuk replika Ka’bah pada masa jahiliyyah,  hingga dana produkasi yang menghabiskan 40 juta dollar. Kiranya film Muhammad: The Messenger Of God tidaklah jelek sebagai sebuah film epik, walaupun saya sendiri tidak menganggapnya istimewa. Saya malah menganggap 2/3 bagian akhir film ini cukup bagus.

 

Anda ingin membandingkannya dengan film produksi 1976 The Message yang dibintangi Anthonny Quinn? Saya kira perbandingannya tidak tepat, mengingat film buatan Moustapha Akkad itu lebih fokus ke era ketika Muhammad dewasa yang sedang menjalankan misi kenabian.

Kalau anda  ingin menonton film yang lebih otentik bercerita tentang Muhammad nabi Islam, lebih baik nonton film dokumenter Muhammad: Legacy of the Prophet yang menampilkan banyak pakar sejarah dan agama beropini  tentang Muhammad dan pengaruhnya pada dunia.

Kalau anda termasuk yang berpendapat Muhammad tak boleh ditampilkan sosok fisiknya dalam sebuah film, saya sarankan jangan nonton. Daripada anda memaksa nonton demi mencari celah buruknya film lalu ngomel-ngomel mencaci maki, lebih baik tak usah nonton.
Saya sendiri nonton murni karena ini sebuah film epos biografi, tidak lebih dan tidak kurang.

 

NB.
Film ini sendiri hanya sedikit membahas tentang Islam (hanya pada bagian prolog) karena setting utamanya ada pada masa jahiliyah, yaitu masa sebelum Muhammad menjalankan misi kenabian.

 

 


Baby Driver

$
0
0
baby driver 4
Plot.
Baby (Ansel Elgort), seorang remaja yatim piatu dengan masalah pendengaran, bertindak sebagai supir perampokan yang direncanakan oleh seorang criminal mastermind bernama Doc (Kevin Spacey). Ketika aksi perampokan mulai mengucurkan darah para korban, Baby mulai mempertanyakan moralitas tindakannya. Apalagi Baby mulai mengenal cinta pada gadis pelayan restoran Debora (Lily James).

Komentar.
Plot heist perampokan bank dan supir jagoan emang mengingatkan pada Drive, filmnya Nicolas Winding Refn yang dibintangi Gosling sebagai si supir. Tapi Baby Driver punya gaya yang berbeda, terutama karena adegan aksi kejar-kejaran pakai mobil disandarkan pada ketukan dan ritme lagu yang mengiringi aksi Ansel Elgort di belakang setir mobil.

Terus terang saja, gaya penyutradaraan Edgar Wright yang memadu ritme musik dan aksi kebut-kebutan ini keren dan masuk ke emosi ketika menonton, sampai-sampai aku ikut-ikutan mengetukkan jari dan goyang-goyang kepala. Lagu-lagu lawas yang dipakai untuk mengisi film ini cukup jitu ditempatkan sang sutradara pada adegan yang tertentu, baik untuk adegan kebut-kebutan, hingga adegan PDKT Baby pada Debora, semuanya terasa pas.

Kisah cinta Baby-Debora memang generik, kebaikan hati Baby terlihat stereotip jagoan, tapi arahan sutradara Wright yang memadukan kebut-kebutan dan ritme musik serta akting para aktornya yang ciamik membuat Baby Driver masuk ke dalam daftar film paling fun buatku untuk ditonton tahun ini.

 

NB. Eiza Gonzalez itu cakep, seksi dan menggoda sekali 😛


Remake: Pengkhianatan G30S, sebuah ide.

$
0
0

cover-vcd-film-g30s-pki

Ketika membaca berita tentang anak-anak sekolah jaman sekarang tertidur ketika menonton film Pengkhianatan G30S  (PG30S) karya sutradara Arifin C. Noer, tiba-tiba saya mendapatkan ide bagus untuk pembuatan remake film tersebut dengan gaya yang lebih kekinian. Apalagi sebelumnya, Jokowi pernah melontarkan ide untuk membuat ulang film tersebut (remake) untuk generasi muda.

Yang pertama saya perhatikan adalah isu kekerasan dalam film yang ternyata tak dihiraukan oleh para petinggi negara ini, para wakil rakyat, atau malah orang-orang  dewasa yang “anti-PKI”. Jadi saya pikir, adegan kekerasan dalam film remake ini bukanlah masalah dan bisa ditonton semua umur, yang penting bisa menghibur dan membuat para penonton pulang dengan senyum puas.

Yang kedua adalah kualitas film. Film PG30S karya Arifin C. Noer saya anggap salah satu film terbaik yang pernah dibuat oleh dunia perfilman Indonesia. Iya, saya tahu kalau film ini film propaganda pesanan pemerintah Orde Baru, tapi setidaknya PG30S adalah film propaganda terbaik yang pernah saya tonton. Arifin C. Noer dikenal sebagai sosok sutradara keras kepala dan tak mau diatur, tapi perintah pemerintah orba bukanlah perintah yang bisa ditolak sehingga Arifin C. Noer harus putar otak agar besutannya bisa mememenuhi permintaan pemerintah sekaligus membuat karya artistik sesuai dengan hasratnya sebagai sutradara. Arifin C. Noer akhirnya mengambil tema horror slasher untuk menerjemahkan permintaan pemerintah orba, dan terbukti berhasil.

Anda sudah pernah nonton sequel PG30S yang berjudul Djakarta 1966? Tanpa Arifin C. Noer di kursi sutradara, Djakarta 1966 buruk sekali kualitasnya. Terus terang saja saya tertidur kurang dari 30 menit ketika memaksakan diri untuk nonton, apalagi para pelajar SMP/SMA masa sekarang? Karena itu pula film Djakarta 1966 tak pernah diputar setiap tahun oleh TVRI pada jaman orba.

Untuk membuat film dengan kualitas setinggi PG30S tampaknya sulit, apalagi dibikin artistik tanpa membuat penonton muda bosan. Akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan, genre terbaik adalah genre eksyen dengan duel dan adegan tembak-tembakan yang menarik hingga film selesai. Kalau ada yang kritik filmnya tak seberkualitas karya Arifin C. Noer, bilang saja fokus kami adalah membuat anak-anak muda terhibur dan nonton tanpa tidur hingga film habis.

Satu-satunya sutradara film eksyen di Indonesia yang muncul di pikiran saya adalah Gareth Evas yang dikenal dengan film Merantau, dan The Raid beserta sequelnya. Dengan Evans sebagai sutradara, tentunya tidak afdol jika duet Iko Uwais – Yayan Ruhian tidak diikut sertakan.

Iko Uwais cocok untuk didapuk sebagai protogonis sang jagoan Mayor Jenderal legendaris Soeharto dan Yayan Ruhian dengan wajah kereng penuh intimidasinya pas sekali memerankan sosok antagonis utama Dipa Nusantara Aidit. Apakah mereka berdua mirip dengan tokoh aslinya? Situ pengen kontes mirip-miripin tokoh aseli atau mau bikin film? Emangnya situ pikir Mery Streep mirip sama Margaret Thatcher? Emangnya Colin Firth mirip sama King George VI? Atau emangnya Natalie Portman mirip sama Jackie Kennedy?

Bagaimana dengan plotnya? Ya namanya juga film propaganda, harus hitam-putih dong. Yang jagoan harus terlihat kuat, mulia, penuh dedikasi dan rajin menabung. Sedangkan antagonis harus terlihat jahat, intimidatif, dan tentu saja doyan merokok dengan asap rokok mengepul dari mulutnya sepanjang film, kalau bisa pakai cerutu kuba supaya makin terlihat seperti komunis.

Yang paling ditunggu tentunya adegan final confrontation dan saya akan memilih lokasi lubang buaya ketimbang bentrokan di Halim. Terjadi pertempuran seru antara gerombolan PKI yang bersenjatakan martil dan clurit berhadapan dengan tentara bersenjata api. Duel Soeharto – Aidit itu harus, kalau bisa pertarungan dibuat dengan seintens dan seseru mungkin dengan rasa lokal, apalagi kalau bukan pencak silat? Tentunya kita semua sudah tahu kalau Soeharto menang dan Aidit harus rela dieksekusi oleh Yasir Hadibroto yang mendapatkan hadiah sebagai gubernur atas prestasinya.

Lalu kalau ada yang mengkritik alur dan plot remake film PG30S ini tidak sesuai dengan fakta sejarah?

Jawab saja dengan jawaban pamungkas supaya tak ada lagi yang ribut mengkritik di kemudian hari, “Emang Gue Pikirin!”



Ajin

$
0
0

ajin

 

Plot

Apakah itu Ajin? Ajin adalah ras baru manusia yang abadi tak bisa mati. Kalaupun terluka atau sakit, jika mati dia akan hidup kembali dalam keadaan sehat tanpa kekurangan apapun. Bangkit kembali ini disebut sebagai reset. Ajin dianggap berbahaya karena berpotensi melebihi manusia lainnya sehingga Ajin mulai ditangkap dan diteliti oleh pemerintah negara tempat Ajin berdomisili.

Kei Nagai (Takeru Satoh) tewas seketika ketika ditabrak bus, tapi dalam hitungan detik Kei hidup kembali tanpa luka maupun cedera. Kei dibawa oleh pemerintah ke laboratorium dan dijadikan kelinci percobaa untuk memahami Ajin, termasuk kemampuan reset dimana Kei dibunuh berulang kali untuk kemudian bangkit kembali.

Hingga seorang Ajin senior bernama Sato (Go Ayano) beserta tangan kanannya Tanaka (Yu Shirota) datang membebaskan Kei dan mengajak Kei bekerjasama untuk membela hak asasi Ajin hidup di antara manusia dengan menghalalkan segala cara, termasuk dengan kekerasan.

 

Komentar

Sudah lama aku tidak menonton film Jepang di bioskop, terakhir film Jepang yang kutonton di bioskop adalah Ruruoni Kenshin chapter 2 yang juga dibintangi Takeru Satoh. Walaupun aku nonton anime Ajin:Demi-Human (tanpa baca manga), aku tertarik nonton Aji live action ini lebih dikarenakan promosi yang mengatakan tim stunt choreographer Ajin sama dengan yang membuat Rurouni Kenshin. Walaupun Kenji Tanigaki yang bertindak sebagai stunt director Rurouni Kenshin tidak kembali menangani tim stunt kali ini, wakilnya Ouchi Takahito naik pangkat menjadi stunt director untuk menangani Ajin. Hasilnya tidak mengecewakan. Walaupun ada beberapa adegan over the top, menu aksi utama masih mampu memukau para penggemar film aksi.

 

Plot film sendiri banyak yang disederhanakan dengan cara mengeliminasi beberapa karakter utama agar cerita bisa dipendekkan sedemikian rupa untuk satu film berdurasi 109 menit, termasuk hilangnya Kaito, karakter penting dalam anime/manga. Terus terang saja, hilangnya tokoh Kaito ini mempengaruhi hilangnya konflik moral dan emosi dalam diri Kei karena sebagian besar hubungan Kei dengan manusia di dalam manga/anime, diwakili oleh hubungan tarik ulur Kei dan Kaito. Bahkan dengan memperbesar peran adik perempuannya Kei, Eriko Nagai sekalipun, belum mampu mengisi kekosongan ruang yang ditinggalkan tokoh Kai. Memang lebih enak nonton film ini tanpa ada sedikitpun pengetahuan akan anime/manga yang jadi bahan adaptasinya.

 

Hal lain yang mengganggu adalah kemampuan Kei yang notabene Ajin ingusan mampu melawan Sato seorang Ajin senior yang sudah berpengalaman makan asam garam dalam mengontrol kemampuan Ajin. Agaknya Kei terlalu cepat jadi jagoan, bahkan dengan bakat besar sekalipun sekiranya tak akan mampu menang duel dengan Sato. Lawan Tanaka saja belum tentu menang apalagi melawan Sato.

 

Soal casting, Satoh Takeru tidak terlalu mengecewakan bermain sebagai Kei Nagai, malah karakter yang dimainkan Satoh Takeru cenderung lebih lovable dibandingkan karakter Kei dalam anime/manga yang cenderung menyebalkan. Untuk antagonis utama Go Ayano didapuk sebagai Ajin psikopat bernama Sato, untung saja bukan Tetsuya Fujiwara lagi Tetsuya Fujiwara lagi. Go Ayano lumayan meyakinkan bermain sebagai teroris psikopat yang berbahaya. Sisanya tak terlalu menonjol termasuk mantan member AKB 48 Rina Kawei yang dikasting sebagai Ajin cewek Shimomura dan Tetsuji Tamayama yang bermain sebagai kepala divisi pemerintah anti-Ajin. Bahkan kehadiran Yu Shirota bisa diabaikan kemunculannya yang cuma sekedar mewakili aksi Go Ayano di lapangan.

 

Akhirnya yang jadi hiburanku nonton film ini adalah adegan aksi yang koreografinya ditangani tim stunt pimpinan Ouchi Takahito. Duel pamungkas Kei versus Sato memang keren, tapi yang paling keren adalah aksi Sato menghabisi satu kompi pasukan elit. Gayanya mirip aksi John Wick lengkap dengan style Gun-fu yang dikoreografi dengan ciamik. Lumayan menyenangkan untuk ditonton sebagai hiburan di akhir pekan.

Stranger Things Season 2

$
0
0

2Strangerthings

 

Peringatan: Berisi spoiler bagi yang belum menonton season 1

Season 2 serial ini adalah serial anyar yang paling kutunggu kehadirannya tahun 2017 setelah season 7 Game of Thrones. Setelah season 1 yang fenomenal dan membuatku jatuh hati, jadwal tayang season 2 mau tak mau ditunggu-tunggu kehadirannya. Bagaimanakah hasilnya?

Plot

Setelah Will berhasil diselamatkan dan Eleven mengorbankan dirinya untuk membunuh monster yang meneror kota Hawkins, kota Hawkins relatif damai selama setahun sejak terbukanya portal dunia Upside Down.

Ternyata portal dunia Upside Down belum ditutup dan pusat penelitian yang jadi biang kerok malah beralih ke tangan pihak lain. Will yang terlihat masih menyisakan pengaruh dunia Upside Down, semakin parah kondisinya. Mulailah teror baru melanda kota Hawkins.
Di pihak lain Joyce menjalin hubungan asmara dengan mantan teman SMA-nya Bob Newby. Sheriff Jim Hopper yang masih terlihat hopeless, ternyata menyimpan rahasia besar pasca peristwa terbukanya portal Upside Down tahun lalu. Mike, Dustin, Lucas beserta Will kedatangan siswi baru bernama Max. Sedangkan hubungan asmara Nancy dan Steve Harrington mulai renggang sehingga Jonathan punya kesempatan untuk mendekati Nancy. Bagaimana dengan nasib Eleven? Silahkan tonton sendiri

Komentar

Dengan berakhirnya season 1, pengembangan karakter yang sudah ada sejak season 1 boleh dibilang mulai mentok. Oleh karena itu Duffer bersaudara mau tak mau menambahkan karakter-karakter baru untuk mengisi kekurangan pengembangan karakter dari season 1 yang sudah sulit dikembangkan lagi.

Karakter baru yang lovable dan adorable adalah Bob Newby, pacar Joyce alias calon bapak tiri Jonathan dan Will. Bob boleh dibilang karakter pengganti Barb dari season 1 yang dengan mudah mendapat simpati para penonton dengan gayanya yang kocak dan senyumnya yang ramah. Steve Astin si Samwise Gamgee dari LotR memainkan peran Bob dengan baik untuk meraih simpati fans serial ini.

Selain itu ada kakak beradik tiri, Billy yang berandalan dan Max si tomboy yang misterius. Billy dihadirkan untuk menjadi saingan Steve menjadi raja SMA Hawkins, sedangkan Max datang untuk membuat 4 sekawan teman Eleven ricuh akibat persaingan meraih perhatian.
Ada pula tokoh Eight alias Kali, senior Eleven di “sekolah khusus” bertato angka 8 yang juga memiliki kemampuan spesial yang berbeda.

 

dan yang menjadi jawara tokoh baru adalah: BOB NEWBY!

Dibanding tokoh Max yang menyebalkan, Billy yang derajat kesebalan Max dipangkat 3, lalu Eight yang hampir tak punya peran berarti kecuali jadi pelatih, Bob jelas unggul segalanya. Pesona Bob Newby tampaknya memang sengaja ditonjolkan oleh Duffer bersaudara untuk membuat para penonton mencaci maki di episode terakhir 😛

sedangkan jawara tokoh lama adalah KING STEVE!

Kenapa Steve Harrington? Karena Steve satu-satunya tokoh yang mengalami pengembangan signifikan dari sosok tukang buli di season 1 hingga menjadi pahlawan sekaligus pengasuh Mike dan teman-temannya. Apalagi bagi Dustin, King Steve adalah idola dan panutan si kriting gempal.

Para karakter season 1 yang lain kalau bukan jalan di tempat ya hanya bertambah kompleks sedikit tanpa ada pengembangan berarti. Karakter utama yang paling menyebalkan bagiku bukanlah Max melainkan Dustin. Dustin ini nyebelin banget, tapi dia juga the funniest character in the show, jadinya nggak tega ngasih label jelek buat di kriting nyebelin ini. Hahaha…

Kalau aktor yang paling kusuka dalam season 2 ini adalah Millie Bobby Brown. Aku baru tahu kalau Millie ternyata menderita tuli sebelah telinganya dan dia bisa berakting tanpa terlihat mengalami masalah pendengaran. Salut!
Sepertinya aku sudah move on dari Chloe Grace Moretz yang sudah jadi perempuan dewasa dan nggak imut lagi. 😛

 

Soal plot cerita, terus terang saja 9 episode terlalu panjang untuk hanya membahas kelanjutan teror kota Hawkins oleh antagonis yang sama. Yang paling kentara adalah petualangan Eleven ke Chicago dan Pittsburgh boleh dibilang nggak penting-penting amat kecuali buat ajang “latihan”. Sepertinya 6-7 episode sudah cukup untuk menyelesaikan season 2, walaupun dengan beberapa adegan yang terlihat nggak penting untuk season 2, bisa dijadikan pintu untuk pengembangan ke arah season 3 dan seterusnya.

 

Walaupun tidak sefenomenal season 1, Stranger Things season 2 lebih dari cukup untuk diacungi jempol. Dengan tetap memelihara suasana khas dengan latar lagu-lagu era 1980an, kualitas akting para pemeran serta plot yang masih lumayan misterius, season 2 mampu membuatku menunggu-nunggu datangnya season 3 yang sudah dikonfirmasi akan diproduksi oleh Duffer bersaudara.

 

Daftar film 2017 (Juli-Desember)

$
0
0

30. Vampire Cleanup Department

Ini film homage buat film-film vampire komedi jaman Lam Ching-ying yang legendaris itu. Tidak seperti tribute untuk seri Vampire jingkrak sebelumnya Rigor Mortis yang dibuat dengan tone serius, VCD ini digarap dengan gaya dan semangat yang sama dengan film-film vampire jingkrak masa lalu yaitu komedi horror. Aktor senior film-film vampire jadul seperti Chin Siu-ho dan Richard Ng kembali berkumpul sebagai tim pembasmi vampire, ditambah dengan wajah baru Babyjohn Choi sebagai anggota muda rekrutan tim terbaru.

Lumayan menghibur seperti film vampire jingkrak jadul walau tak memorable. Cerita romans antara vampire dan manusia juga kering.

 

31. The Mummy
Dibanding film originalnya, film ini kalah jauh dari segi plot dan komedi. Sama sekali gak lucu, Karakter yang diperankan Tom Cruise juga rada maksa.
Sang ibunda sama sekali gak seram dan juga kurang meneror masyarakat kota London, malah terkesan seksi. Satu-satunya hal yang dimenangkan film ini dibanding film originalnya adalah kualitas CGI.

 

32. Les Parapluies de Cherbourg (The Umbrellas of Cherbourg)
Great story, great Jazz music with sad but beautiful ending.

Kebayang kenapa Damien Chazelle terinspirasi bikin adegan epilogue La La Land dengan nafas yang sama dengan film ini dan Casablanca. Endingnya bikin baper.

 

33. The Lego Batman Movie

Ridiculously funny.

Penuh dengan adegan yang menyelipkan referensi pop culture, baik yang umum, yang berhubungan dengan superhero, maupun franchise Batman jadul sampai era Ben Affleck. Kalaupun tidak mengerti pop culture yang diselipkan, film ini tetap enak dan lucu ditonton.

Cuma satu hal yang bikin aku kurang suka, sikap selfish Batman di sini terlalu “Ironman”. Emang sih ini sebenarnya mau sarkas dengan membikin Ironman jadi lelucon, sampai-sampai password masuk Batcave juga pakai kata “Ironman sucks”. Cuma ya adonan Ironman wannabe-nya kebanyakan sampai bikin bosan.

 

34. Master

Film ini bercerita tentang perseteruan grup perusahaan MLM penipu pimpinan Lee Byung-hun yang licik dengan tim penegak hukum pimpinan Kang Dong-won.

Setengah awal filmnya terlalu dragging dan membosankan dalam menjabarkan sistem penipuan grup MLM Lee Byung-hun. Film baru mulai menarik di pertengahan akhir ketika tim Kang Dong-won mulai membalas dengan cara menipu balik demi menjerat Lee Byung-hun.

Lumayan lah, walau hampir saja berhenti nonton di tengah jalan karena merasa bosan.

 

35. Alien: Covenant

Seperti biasa, plotnya menarik, visualnya keren, CGI juga menarik dan gak tersia-siakan. Kurang suka sama interaksi antar karakter dan pengembangan karakterisasi sepanjang film.
dan plot twist di akhir film, ketebak banget.

 

36. Muhammad The Messenger of God

Nonton dipecah 3 kali gara-gara panjangnya hampir 3 jam. Satu jam bagian awal agak dragging sewaktu membahas kondisi masyarakat Mekkah jahiliyah, termasuk serangan balatentara gajah pimpinan Abrahah ke Mekkah.
2/3 akhir lumayan bagus. Dengan CGI minimalis (saya catat hanya 2 adegan pakai full CGI), film ini lebih terasa real seperti apa adanya dibandingkan pamer mukjizat dengan CGI berlebihan (misalnya cerita ttg Muhammad dadanya dibelah malaikat untuk dicuci hatinya, untunglah tak ada dalam film).

BTW, ini film tentang masa Mekkah jahiliyah, bagian yang ada tentang Islam sendiri hanya ada pada prolog, karena film ini menggunakan narasi kilas balik. Jadinya saya heran dengan caci maki ini film kental dengan Islam versi Syiah.

Review versi lengkap ada di link ini

 

37. Guardian of the Galaxy vol. 2

Nontonnya menyenangkan dan saya terhibur, sama dengan perasaan sewaktu nonton bagian pertama. Malah kali ini ada beberapa adegan dengan dialog yang lebih menarik dan lucu dibanding sequelnya. Keren dan top!

 

38. Spider-Man: Homecoming

Love it.
Lucu dan menghibur.
Suka sama karakter spidey yang ini. Gak seserius Tobey dan gak se”angsty” Garfield, tapi sangat pas untuk karakter anak SMA. Waktu adegan Spidey ketimpa beton, Peter Parker kelihatan sebagai remaja SMA putus asa yang merengek minta tolong karena tak berdaya. Sampai Peter sadar kalau dia punya kemampuan Spiderman. I like that scene.
Plot cerita mungkin gak istemewa, biasalah namanya juga film superhero. Yang kusuka adalah karakterisasi tokoh dan interaksi antar karakter.

Sayang, hubungan roman Liz-Peter kering kali dan sama sekali gak menarik. Kalah jauh sama Gwen-Peter dan Marry Jane-Peter dari seri sebelumnya.

 

39. The Hitman’s Bodyguard

Film ini punya plot yang klise dan banyak bolongnya. Kalau mau nonton, harap matikan saja fungsi otak anda kecuali pas bagian barter dialog antara SLJ dan Ryan Reynolds. Chemistry duet SLJ dan Reylonds memang menjadi highlight film ini, sisanya ya tak usah dipikirkan. Bahkan adegan action juga biasa-biasa saja, digarap sekedarnya dengan campuran komedi supaya terlihat lucu. Jangan bandingkan dengan adegan aksi a la Jackie Chan, kalah jauh lah.

 

40. Pirates of Carribean: Dead Men Tell No Tales

Tahu-tahu udah seri ke-5. Banyak kemajuan dibanding seri ke-4 yang agak membosankan. Hampir semua karakter utama serial original kembali muncul walau sekedar peran cameo. Adegan aksi, visual effect, cerita petualangan, musik, masih tetap keren seperti film-film sebelumnya. Cuma yah lama kelamaan bosan juga, apalagi udah mulai nampilin anak beranak tokoh original. Aku malah kepikir, gimana kalau film ke-6 dibikin cerita tentang cucu buyut Sparrow, Turner dan Barbossa di masa modern 😛

Terakhir….. Karakter Macca gimana yah? Gak bisa dibilang penting sih. Apa Johnny Depp nanti mau ngumpulin rocker tua dari Inggris di seri ke 6? Mick Jagger? Jimmy Page? Ritchie Blackmore? Bryan May? Hayo siapa lagi?

 

41. Transformers: The Last Knight.

Oh God, what did I do?

Wasting my precious time for watching this crap

 

42. Unlocked
Awalnya plot film terlihat keren, lalu dengan cepat berubah menjadi film spionase generik yang punya plot twist gampang ditebak.
Ya begitu lah. Keberadaan cewek bertato naga jadi mubazir.

43. Baby Driver.
Gak nyangka kalau film ini bakalan keren.
Plot heist perampokan bank dan supir jagoan emang mengingatkan pada Drive, filmnya Nicolas Winding Refn yang dibintangi Gosling sebagai si supir. Tapi Baby Driver punya gaya yang berbeda, terutama karena adegan aksi kejar-kejaran pakai mobil dikombinasikan pada ketukan dan ritme lagu yang mengiringi aksi Ansel Elgort di belakang setir mobil.
Terus terang saja, gaya penyutradaraan Edgar Wright yang memadu ritme musik dan aksi kebut-kebutan ini keren dan masuk ke emosi ketika menonton, sampai-sampai aku ikut-ikutan mengetukkan jari dan goyang-goyang kepala.

 

44. Shot Caller.

Plot.
Jacob, seorang ayah dan suami yang baik, masuk penjara akibat kecelakaan lalu lintas yang disebabkan dirinya menyetir dalam keadaan mabuk. Penjara yang dimasukinya berisi para pelaku kekerasan yang kejahatannya berlipat-lipat lebih brutal dibandingkan diri Jacob.
Demi keselamatan dirinya, Jacob terpaksa belajar dan beradaptasi dengan lingkungan brutal penjara, agar bisa kembali ke keluarganya dalam keadaan utuh setelah keluar penjara.
Hingga Jacob sadar kalau Jacob yang masuk penjara, bukanlah lelaki yang sama dengan Jacob yang keluar dari penjara.

Komentar.
Ini film bagus, baik dari sisi drama, dari sisi thriller, dan juga dari segi akting. Yang patut dapat 4 jempol adalah Nikolaj Coster-Waldau, si Jaime Lannister dalam GoT. Akting Nikolaj sebagai Jacob menunjukkan dirinya aktor yang mumpuni. Nikolaj sukses menampilkan perubahan karakter Jacob yang sweet family man perlahan berubah menjadi sosok brutal yang dikenal di dalam penjara dengan nama Money.

 

45. Fabricated City.

Industri perfilman Korea ini punya banyak ide kreatif dalam bercerita. Sayangnya seringkali eksekusinya malah lebay dan terlalu didramatisir berlebihan.

Contohnya film ini. Plotnya menarik, jalan ceritanya juga menegangkan. Sayangnya lebay plus mewek-mewek a la drama Korea pada umumnya.

Tapi setidaknya, film ini lumayan menghibur.

46. Security.
Plot.
Mantan marinir Eddie (Antonio Banderas) bekerja di mall sebagai satpam shift malam. Pada hari pertama kerja, mall kedatangan seorang gadis cilik yang dikejar-kejar kelompok mantan tentara bayaran pimpinan Charlie (Ben Kingsley). Terjadilah pertarungan di dalam mall antara para satpam dan prajurit bayaran.
 
Komentar.
Die Hard wannabe, settingnya dialihkan ke mall. Terus terang aja jadi ngerasa kayak final battle di film Equalizer-nya Denzel Washington.
Standar sih, aktingnya juga biasa, tegangnya juga biasa, dibilang jelek kagak tapi cukup menghibur.

 

47. Wind River

Wah saya suka dengan karakter-karakternya. Agen FBI Rookie, si pemburu, si ayah Indian kesepian, semuanya deh. Setting daerah putih salju itu bikin inget sama film The Crimson Rivers-nya Jean Reno.
Gaya filmnya sendiri cool, serasa nonton film buatan Coen Brothers lengkap dengan tokoh “koboy modern”.

 

48. We Bought A Zoo

Saya selalu lemah menghadapi film dengan tema fatherhood, apalagi kalau si anaknya cewek mungil imut abis. Langsung meleleh deh. Walau gak sampai bikin nganga kayak Almost Famous yang emang brilliant, setidaknya We Bought a Zoo lumayan menyentuh. Apalagi Matt Damon di sini mainnya bagus.

49. V.I.P.
Plot.
Seorang anak petinggi Korea Utara jadi buruan polisi Korea Selatan, agen inteljen Korea Selatan, CIA dan polisi Korea Utara, karena membunuh banyak wanita secara sadis. Masing-masing aparat memiliki agenda tersendiri, sedangkan si serial killer cukup pintar untuk menyadari betapa pentingnya dirinya bagi CIA dan intelijen Korea Selatan.
 
Komentar.
Plotnya sebenarnya lumayan menarik, sayangnya lagi-lagi masalah eksekusi sutradara dan skenario yang kurang menggigit. Yang paling mengganggu itu adegan pre-ending di kapal, nasib si polisi Korut koq ya bikin garuk-garuk ketek tak gatal kalau bukan dibilang bego.
btw, adegan pembantaian korban perempuannya bikin muak. Lumayan detil dan mengerikan sampai-sampai saya nggak tega nonton hingga beberapa kali memeramkan mata walau saya tahu itu cuma akting.
Setidaknya kangen nonton akting Jang Dong-Gun terpenuhi 😛
50. It (Chapter One)
Nonton film ini sebenarnya mengenang jaman masa kecil dulu ketika nonton film versi miniseri di TV, malam-malam sendirian dan ketakutan sampai susah tidur beberapa hari. Dan yang paling penting, bikin aku takut dan tak suka badut.
Di lihat dari segi horor, It sebenarnya tak terlalu menyeramkan. Bahkan adegan-adegan jump scare banyak yang gagal membuat kaget.
Tapi yang paling berkesan buatku dari film adaptasi yang ini adalah drama psikologis, kisah persahabatan, visualisasi yang keren (adegan Georgie main kapal kertas di tengah badai mengesankan), dan juga akting para aktor anak-anak dan si badut dengan senyumannya menyebalkan.
51. The Dark Tower
Kalau lihat premis di serial novelnya sih seru, tapi ketika diadaptasi jadi film koq ya cuma segitu aja. Sudah lamban bercerita tapi pengen cepat dihabisin, plot dangkal, dan development character juga seadanya (padahal karakter Roland dan Walter itu misterius dan menarik).
Cuma ada satu hal yang menarik di film ini. Gaya Idris Elba yang cool dan manly , walaupun dikasih dialog cheesy tetap aja lirikan mata, gaya mencabut pistol sampai cara Elba menghamburkan peluru terlihat keren.
52. A Day (Ha-Ru)
Premis film lumayan menarik, tentang seorang ayah gagal yang ingin memperbaiki dirinya agar jadi ayah yang baik tapi malah dipaksa melihat anaknya mati ditabrak orang setiap hari secara berulang. Ya, berulang terus menerus kayak film Groundhog Day. Cuma kalau Bill Murray bisa bersenang-senang dalam time loop, peran yang dimainkan Kim Myung-min malah tersiksa batin seperti sedang berada di neraka.Bayangkan saja, tiap hari menonton anaknya mati ditabrak mobil, sarap nggak tuh?
Seperti biasa, film Korea memang menawarkan premis yang menarik tapi sayangnya eksekusinya kadang suka menyebalkan. Sebelum dikasih adegan mengharukan di akhir film, saya sudah keburu kesal dan sebal sama anaknya yang dimainkan sama Jo Eun-hyung. Boro-boro jadi simpati, yang ada malah nyukurin….eh.
Sudah saatnya industri film Korea memperbaiki akhlak dan tingkah laku karakter anak-anak dalam film mereka sebelum saya keburu judgmental kalau Korea kids jaman now gak punya adab sopan santun.

btw, si cilik Jo Eun-hyung mirip sama Marshanda ketika masih artis cilik

 

53. Atomic Blonde

Wuih, ini film saingan John Wick 2 buat jadi film action terbaik tahun ini. Sinematografinya keren, penuh dengan warna warni lampu neon remang-remang. Aksi Theron badass dan tarung tangan kosongnya mantap dan seksi. Setting perang dingin di Berlin kerasa “dinginnya”. Paling yang rada mengganggu cuma plot yang dragging, gak kayak John Wick yang langsung tancap gas dari awal hingga habis.
Cakep!

Pas cari info, rupanya Charlize Theron dan Keanu Reeves yang sedang persiapan John Wick 2, berlatih dengan tim fight instructor yang sama (tim yang membuat John Wick pertama) pada waktu yang sama. Theron dan Reeves jadi merasa bersaing dan kadang pas ketemu di tempat latihan, mereka berdua sparring bareng.

 

54. The Shallow

Udah lama gak lihat film terror ikan Hiu yang menarik dan setelah nonton The Shallow rasanya puas. Teror dan ketegangannya konstan dan klimaks pertarungan hiu vs manusia juga memuaskan. Akting Blake Lively keren karena mayoritas isi film adalah bini Ryan Reynold ini bertarung dengan ikan Hiu.
Walau sepanjang film Lively pakai bikini, tak sedikitpun aku menganggapnya seksi, malah kesan yang kutangkap adalah perempuan tangguh.

Bagus!!!

 

55. Memoir of a Murderer.

Walaupun sama-sama produksi Korea Selatan, jangan tertukar dengan film tahun 2003 Memories of Murder yang dibintangi Song Kang-ho.

Plot.

Memoir of a Murderer bercerita tentang seorang Kim Byung-soo serial killer yang sudah berhenti membunuh belasan tahun akibat kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan penyakit alzheimer. Kim hidup tenang bersama anak perempuannya yang sibuk mengatur jadwal ayahnya agar tidak nyasar karena lupa jalan pulang ke rumah.
Hingga terjadi pembunuhan berantai baru di kota tempat tinggalnya. Kim bertemu dengan pacar anaknya dan nalurinya sebagai serial killer membuatnya bisa menebak pacar baru anaknya ini adalah si pembunuh berantai.

Sadar kalau si pembunuh mengincar anaknya sebagai korban berikut, Kim mulai bertarung dengan waktu dan ingatannya yang memudar akibat alzheimer demi menyelamatkan anaknya.

Komentar.

Yang paling kuacungi jempol dalam film ini adalah akting Sol Kyung-gu sebagai serial killer tua yang punya masalah dengan ingatan. Chemistry Sol dengan Kim Seol-hyun yang berperan sebagai anaknya lumayan menyentuh. Hanya saja arahan sutradara Won Shin-yun agak dragging dengan mengulang-ulang gaya penceritaan. Walaupun bisa dimaklumi karena memang itulah masalah yang dialami penderita Alzheimer.
Lumayan bagus, apalagi plot cerita tentang serial killer tua penderita alzheimer juga menarik.

56. War for the Planet of the Apes
Film terbaik diantara sekian serial Planet of the Apes yang pernah kutonton. Sinematografi, development character, sound semuanya keren.
Tapi yang paling keren di antara semuanya adalah Smeagol, ups…maksudnya Andy Serkis. Kalau piala Oscar sudah dimodernisasi dengan memasukkan motion capture, Serkis layak mendapatkan nominasi.

 

57. Paradox

Buset, gak nyangka kalau filmnya bakalan emosional. Tadinya kukira cuma film aksi bak bik buk doang, tapi ternyata drama arahan Wilson Yip lumayan juga.
Louis Koo sebagai ayah yang anaknya diculik bermain bagus, penuh emosi.

Adegan actionnya brutal kayak SPL.
Emang plotnya rada mirip dengan film Taken Liam Neeson, tapi yang ini lebih menarik dan dramanya lebih menyentuh.

 

58. Ajin

Film live action adaptasi manga/anime Ajin: Demi Human. Review lengkapnya bisa dibaca di link ini.

 

59. Blade Runner 2049.

Sengaja nonton versi IMAX gara-gara rekomendasi si Moer. Ternyata emang maknyuss dan memuaskan pakai IMAX. Selain visualnya lebih terasa indah, suara menggelegarnya juga lebih mengaduk emosi. Sound dan visual emang jualan paling kerasa dari Blade Runner 2049. Karena itu demi mendapat kepuasan maksima, film inil emang harus ditonton di layar IMAX. Plot agak dragging sampai butuh hampir 3 jam tayang, tapi masih bisa dimaafkan lah, toh Blade Runner original lebih dragging dan membosankan.

Satu-satunya komplain ya durasinya hampir 3 jam, sampai pegal duduk di kursi. Pas udah gak betah sekitar pertengahan film, aku gerakin kepala kanan kiri dan stretching ringan sekedarnya. Eh, orang sebelah komplain, “Tolong jangan berisik”.
Busyet…
Dan dia nonton dalam diam sampai film habis tanpa bikin gerakan berarti. Jangan-jangan dia replicant yang tahan banting?

 

60. Gongjo (Confidential Assigment)

Film Korea Selatan ini dibuat dengan semangat komedi seri Rush Hour. Kalau dalam Rush Hour kelucuan diciptakan dari konflik budaya China vs African America, maka komedi dalam Confidential Assignment dibuat berdasarkan perseteruan politik antara Korea Selatan dan Korea Utara. Chemistry antara Hyun Bin yang berperan sebagai polisi khusus asal Korea Utara dengan Yoo Hae-jin yang didapuk sebagai detektif kota Seoul Koreas Selatan lumayan memikat. Olok-olokan khas stereotip pandangan masing-masing pihak Korea lumayan menghibur.

 

62. Birth of Dragon.

Mubazir!
Asli, ini film mubazirnya kebangetan.
Cerita tentang Bruce Lee cuma tempelan doang, padahal judulnya pakai image Bruce Lee. Lucunya gak ada adegan privasi Bruce Lee termasuk istri bulenya, Lee malah diperlihatkan gak pernah pulang ke rumah alias ngedon di dojo tempat latihan kungfu doang.
Plot utamanya tentang murid Bruce Lee orang kulit putih yang jatuh cinta sama cewek China cakep yang jadi peliharaan gangster China Town. Bruce Lee? Seliweran sana sini ngelayanin tantangan berantem, plus belain muridnya dari gangster.
Tapi tenang aja. Yang banyak berantem di dalam film tokoh Bruce Lee koq, dan untungnya yang jadi Bruce Lee beneran jago kungfu Wing Chun.
Phillip Ng ini bukan cuma master Wing Chun, dia juga cucu murid Yip Man pula, itung2 Bruce Lee itu paman gurunya Phillip Ng. Sayangnya penampilan apik Phillip Ng sebagai Bruce Lee mubazir gara-gara plot filmnya kacangan.

 

63. Her Love Boils Bathwater.

Plot.
Berkisah tentang ibu Futaba dan anak perempuannya Azumi yang ditinggal pergi oleh sang ayah. Futaba divonis penyakit berat dan hanya punya waktu 2-3 bulan, demi anaknya Futaba menyewa jasa detektif untuk menemukan sang ayah. Ketika sang ayah berhasil diseret balik ke rumah, ternyata sang ayah membawa serta anak hasil hubungannya dengan wanita yang menyebabkan dia pergi.

Komentar.
Ini film slice of life yang heartwarming, khas film yang dibuat untuk membuat penonton sedih dan terharu. Penggarapan dan akting para pemainnya di atas rata-rata.

Sayangnya skenarionya rada dragging. Ada beberapa adegan tak perlu dan lebih mirip sub plot tambahan di luar cerita inti. Sub plot ini kurasa malah agak kebanyakan, kesannya hanya untuk menambah durasi film yang lumayan panjang. Jadinya tema inti tentang mengisi hari-hari terakhir dengan sesuatu yang berarti, malah ditambahi dengan plot-plot lain yang kadang membuat cerita kurang fokus. Ada juga sih sub plot yang lumayan bagus buat dibikin film spin off kalau mau kayak alasan mengapa Azumi belajar bahasa isyarat.
Saya suka dengan Hana Sugisaki yang bermain sebagai Azumi. Tampangnya yang imut kawaii menyenangkan untuk dipandang.

Oh iya, ini film wakil Jepang yang dikirim buat berlaga di ajang Oscar tahun depan. Kayaknya sih sulit buat masuk nominasi final mengingat kurang istimewa untuk berlaga sampai babak final. More than good, but not that special.

 

64. Brotherhood of Blades 2

Lumayan, walau gak sebagus yang pertama. Misterinya gak terlalu bikin penasaran, konflik antara Jin Yiwei dan Dong Fang juga tak terlalu seru. Tampilnya organisasi baru bernama Dong Lin koq ya kurang pas secara saya tahu dalam sejarah aslinya, kalau Dong Lin itu lebih ke gerakan filosofis dan ideologis dibandingkan pemberontak bersenjata.
Yang agak aneh secara ini prequel film pertama, nasib tokoh Lu Wezhao.
Selain itu, Yang Mi masih cantik walau udah jadi ibu beranak satu.

 

65. RV: Resurrected Victims

Film Korea biasanya jagoan dalam produksi genre thriller yang dicampur drama mewek-mewek. Sayangnya yang ini menurutku gagal di semua lini. Plot twist juga kurang nendang, belum lagi karakterisasinya yang kering bikin tidak simpati pada tokoh-tokoh yang mengalami kemalangan.

 

66. Blade of Immortal

Adaptasi manga/anime tentang samurai yang dikutuk tak bisa mati ini mengecewakan. Plotnya memang sudah bisa ditebak secara baca manga Mugen no Junin, masalahnya eksekusi sutradaranya kurang menarik dan agak dragging. Tokoh Rin menyebalkan sekali, sampai pengen nyumpahin dia aja yang kena limpahan kutukan cacing darah.
Kimutaku yang main sebagai Manji si samurai terkutuk bermain lumayan bagus. Tampangnya memang didandani jadi terlihat nggak ganteng, tapi aktingnya cukup meyakinkan sebagai orang yang ingin mati tapi malah dikasih umur panjang.
Sayang, musuh bebuyutannya Shira tampil kurang mengancam dan cara matinya juga kurang memuaskan.

 

67. American Assassin

Plot standar, malah cenderung klise, adegan aksinya juga kurang menegangkan dan tak semenarik serial Bourne. Yang istimewa justru para pemerannya terutama Michael Keaton. Gayanya sebagai dinosaurus sisa-sisa perang dingin yang masih tersisa untuk melatih prajurit baru terlihat meyakinkan.

 

68. Hangman

Film standar thriller pembunuh berantai, nontonnya juga gara-gara ada Al Pacino yang ditandem dengan Karl Urban.
Kurang tegang, kurang misteri, malah karakter-karakternya tak ada yang memorable. Kehadiran Al Pacino di sini sia-sia karena karakterisasi tokoh yang dibawakannya tidak menarik.

 

69. Justice League

Nonton tanpa ekspektasi sebagaimana nonton film-film superhero lainnya, hanya berharap untuk mendapatkan hiburan. Ternyata hasilnya gak jelek-jelek amat.
Kritikus yang membantai film ini sepertinya mengharapkan kisah kedatangan alien dalam Justice League akan seperti Arrival-nya Dennis Villeneuve.
Yang paling kusuka dari film ini adalah karakter Barry Allen yang diplot sebagai anak muda penakut. Takut karena tak punya pengalaman bertempur, bukan karena tak punya nyali. Sedangkan gaya bertarung paling menarik ada pada sosok Wonder Woman, the most badass character in the show.
Character development boleh dibilang jalan ditempat, apalagi mengingat durasi film yang terlalu pendek untuk ukuran film kumpulan superhero yang punya tokoh utama banyak. Tapi bagi-bagi kue spotlight antar tokoh lumayan berimbang walau kurang mendalam, terutama untuk tokoh baru seperti Barry Allen dan Aquaman.
Tokoh Batman di sini koq ya cemen, apalagi mengingat dia lah yang memimpin JL pasca kematian Superman. Kesannya Bruce Wayne gak bisa move-on dan selalu kangen keberadaan Supey, sampai-sampai film ini lebih cocok dikasih sub-judul Justice League: Kami Kangen Superman.
Cyborg dan Aquaman lebih cocok dibilang pelengkap penderita, apalagi kebanyakan latar belakang mereka hanya diceritakan lewat omongan, sulit untuk simpati pada sosok mereka. Mereka berdua memang harus dikasih film solo kalau sosoknya mau lebih memorable.
btw, bagaimanapun juga adegan Clark ketemu emaknya di Kansas itu bikin mataku berkaca-kaca, jadi inget emakku nun jauh di Indonesia sana. Hikksss….
70. Kingsman: The Golden Circle
Sequel petualangan agen Gallahad ini lumayan menghibur walau kesan yang kudapat tidak sekuat prequelnya.
Bonus: Penampilan centil Elton John lumayan nyebelin.
71. The Foreigner

Jeki Cen emang udah tua, tapi tak seharusnya dia bermain sebagai tokoh yang diperankannya 20 tahun yang lalu. Lihat saja Kungfu Yoga, sudah gak lucu kesannya maksa pula.  Apa yang ditampilkan Jeki Cen dalam film ini justru menunjukkan Jeki butuh peran sebagai orang yang menunjukkan usianya yang sebenarnya.

 

72. Beyond Skyline

Gak bisa dibilang bagus sih, tapi dibanding sama prequelnya yang naujubilah ngebosenin, yang ini masih lumayan lah. Plus Iko Uwais bahasa inggrisnya makin bagus prononsasinya. Plot jadi sedikit lebih menarik ketika Iko Uwais muncul, tapi sisanya yah…..

Jangan lewatkan pertempuran melawan alien di sekitar candi Prambanan. 😛

Yang kepikiran: itu alien koq ya berantem pake gaya pencak silat sih. Hahahaha

 

73. Missing You

Plot.

Serial killer Ki-Bum (Kim Sung-oh) tertangkap ketika membunuh korban terakhirnya. Sayangnya karena tidak cukup bukti, dia hanya dihukum untuk satu kasus pembunuhan terakhirnya saja. Sebelum tertangkap, Ki-Bum masih sempat membunuh detektif Nam yang mengejarnya.

15 tahun kemudian Ki-Bum keluar dari penjara. Rekan detektif Nam yang bernama detektif Dae-yeong masih dendam dengan kematian partnernya dan memutuskan untuk memburu Ki-Bum. Sementara itu anak perempuan detektif Nam, Hee-Joo (Shim Eun-kyung) dengan sabar menanti Ki-Bum selama 15 tahun untuk menjalankan rencana yang disusunnya sejak lama.

Komentar.

Terus terang saja, nonton tanpa ekspektasi berlebihan membuat film ini jadi terlihat lebih menarik. 2 plot twist yang disajikan oleh sutradaranya tak bisa kutebak, baik yang dibuka di pertengahan film maupun di akhir film.
Shim Eun-kyung memberikan salah satu penampilan terbaiknya.

 

74. Star Wars: The Last Jedi.

Btw, filmnya ada 2 twist yang gak kusangka bakal terjadi, boleh juga karena gak tertebak.
RIP for every dead characters.
Especially YOU SIR!

Touching scene: Liat Falcon terbang wara wiri dogfight sama pesawat2 musuh. Jadi terharu ingat mendiang Han Solo.

Awesome scene: Luke dihujani tembakan, lalu dengan santai tanpa terluka sedikitpun maju sambil menepis debu di bajunya. Woah!!!!! That’s my Jedi “cool” Master!

 

75. Chasing the Dragon.

Sebenarnya rada malas nonton pas baca sutradaranya Wong Jing karena Wong Jing ini seleranya aneh, film komedinya slaptik terlalu mengumbar humor gak lucu. Kalau bikin film drama dan eksyen, biasanya dengan tema yang lebay. Rata-rata film Wong Jing yang kutonton cuma karena lihat aktor yang main dalam filmnya seperti God of Gamblers dan beberapa film Stephen Chow yang kelucuan komedinya lebih banyak bergantung pada akting para aktornya yang emang jago ngocok perut.
Dan aku nonton film ini gara-gara Donnie Yen dan Andy Lau.

Chasing the Dragon ini biografi seadanya tentang hubungan tokoh nyata dua legenda dunia hitam Hongkong tahun 1960-70an, si gangster pincang Ng Sek-Ho (Donnie Yen) dan si komandan polisi korup Lui Lok (Andy Lau).

Skenario film kurang menarik dengan beberapa dialog yang terkesan seadanya, ditambah dengan arahan sutradara duet Wong Jing dan Stanley Kwan yang suka loncat-loncat bahas fokus plot yang berganti-ganti.
Tapi film ini patut dipuji dalam keseriusan art direction menampilkan susana semrawut Hongkong dan Kowloon tahun 1960an, sinematografi yang menangkap suasananya, serta chemistry antara duo aktornya Donnie Yen dan Andy Lau.

Anda nyari adegan pertarungan spesial karena adanya Donnie Yen? Silahkan kecewa karena berantemnya Donnie Yen di sini lebih ke gaya berantem a la preman jalanan yang main tonjok dan tendang sekenanya gak pakai teknik martial arts, karena itu pula Donnie Yen lebih kelihatan berakting di sini dibandingkan ketika main dalam Ip Man.

Yang menarik, subtitle untuk ICAC (Independent Commission Against Corruption) diterjemahkan oleh translatornya dengan singkatan KPK hahahaha…

BTW, saya masih lebih suka film gangster lawas tentang Ng Sek-Ho yang dibintangi Li Liang-wei yang juga bermain jauh lebih bagus dibanding Donnie Yen di sini, To Be Number One.

 

76. Bright

Plotnya sih lumayan menarik, rasialisme antar eerrr.. makhluk dongeng? Iya di sini ada manusia, orc dan elf. Kurang dwarf sama Sauron dan Hobbit sih hahahaha…
Anyway, dalam beberapa bagian terkesan seperti film garapan David Ayer sebelumnya tentang duo partner polisi beda etnis End of Watch, tentu saja Bright tidak secemerlang End of Watch.
Sisanya lumayan menghibur walau tak memberikan kesan apa-apa.

 

77. Tokyo Ghoul the Movie

Gak disangka filmnya lumayan menghibur, padahal dengan CGI pas-pasan. Efek kuren para ghoul masih keliatan kayak tempelan CGI.
Tapi secara keseluruhan versi live action ini jauh lebih bagus dibandingkan live action Attack on Totan, setidaknya dari segi penggarapan plot dan akting para pemain utamanya.
Masataka Kubota bermain maksimal sebagai manusia yang pelan-pelan berubah jadi sosok ghoul yang doyan makan daging manusia. Permainan Fumika Shimizu juga tak mengecewakan.
Dengan sumber daya minimal, film ini bisa memaksimalkan semuanya. Boleh juga walau gak spesial-spesial amat.

 

78. Wet Woman in the Wind

Plot.
Kosuke seorang lelaki penulis naskah drama merasa hidupnya hampa, mencoba menjauh dari wanita dengan tinggal di sebuah gubuk rombeng di kampung kecil.
Hingga seorang wanita seksi nan bengal melintasinya di pelabuhan, nyebur dan basah kuyup, lalu sambil telanjang dada mencoba mengeringkan baju basahnya.
Dimulailah drama seks komedi antara Kosuke dan Shiori.

Komentar.
Ini film buat lelaki dewasa.
Kenapa?
Film dewasa karena diselipi adegan seks dan ketelanjangan, tipikal film sofporn buatan Nikkatsu, sebuah produsen pink film (softcore) Jepang.
Film buat lelaki karena banyak komedi slaptik kental seksisnya yang mungkin bikin perempuan gak nyaman menonton.

Lihat saja adegan perkenalan Kosuke dan Shiori, seksis sekali dengan menampilkan perempuan seksi telanjang dada, memeras baju basahnya di depan lelaki bingung yang lagi stress.

Kelucuan film ini memang ditempelkan pada adegan-adegan ranjang yang terselip di antara adegan drama.
Misalnya saja Kosuke yang udah kesenangan entah kesambet apa ada 2 cewek bugil siap buat threesome di hadapannya, malah ditendang ceweknya keluar arena karena dianggap “mengganggu”.
Belum lagi seks semalam suntuk sampai-sampai makan malam bergantin sambil gituan di depan kulkas.
Puncaknya? Seks liar sampai gubuk Kosuke runtuh berantakan disertai klimaks. Hahahaha….
Absurd abis.

Saya sih lumayan suka karena emang beberapa adegan komedi slaptiknya lumayan lucu….buat lelaki.

Tertawa sambil ngaceng. Hahahaha…..

 

79. Gintama Live Action.

Komedi yang ditampilkan rasa dan aromanya humor a la anime dan Jepang sekali, penuh dengan referensi yang mungkin hanya fans Jejepangan dan Otaku yang paham dan ngerasa lucu.

Saya sih menikmati humornya walau beberapa kali merasa terlalu lebay, rasanya seperti menonton anime komedi lengkap dengan wajah dipukul melotot sampai mental nabrak pohon atau dinding. Kebetulan filmnya disub oleh translator otaku, jadinya di kanan-kiri subs penuh dengan keterangan dan penjelasan referensi kultural Jepang dan anime supaya orang awam sedikit mengerti.

Pat Torpey, in Memoriam…

$
0
0

Ketika Pat Torpey, drummer salah satu band rock favoritku Mr. Big, diberitakan meninggal dunia akibat komplikasi penyakit Alzheimer, aku sempat merasa melankolis hingga beberapa hari. Setiap hari pergi pulang kerja, lagu-lagu Mr. Big selalu kuputar untuk menemaniku di perjalanan. Ketika ada waktu, aku nonton wawancara Mr. Big di youtube tentang cara mereka mengatasi krisis saat Pat dinyatakan mengidap penyakit Alzheimer.

Pat didiagnosa terkena Alzheimer sekitar bulan Juli 2014, saat mereka sedang merampungkan album Mr. Big ke delapan “The Stories We Could Tell”.

 

Mr. Big bersama penonton Japan Tour 2017 di Nippon Budokan akhir September 2017. Kiri-kanan: Paul Gilbert, Matt Starr, Pat Torpey, Eric Martin, Billy Sheehan

 

 

Dalam salah satu wawancara di New York City dalam mempromosikan album Mr. Big ke sembilan “Defying Gravity”, mewakili teman-temannya, Billy Sheehan mengungkapkan bagaimana mereka berempat menghadapi Alzheimer yang diderita Pat bersama-sama.

Billy pada dasarnya bilang, “Kami ini keluarga, saudara bagi satu sama lain. Bersama-sama sebagai anggota band sekaligus saudara, kami sadar apa yang menimpa Pat adalah masalah serius. Tapi aku, Eric dan Paul punya pikiran yang sama, kami tak mau meneruskan Mr. Big tanpa Pat. Kami akan lakukan apapun asal Pat tetap main bareng kami, kalau perlu kami akan membawakan drum dan stick untuk Pat, kami mainkan track lagu demi Pat, lalu kami cari pemain drum baru untuk mendukung Pat melakukan pekerjaan yang berat, dan syukurlah kami menemukan Matt Starr yang bisa melakukannya dengan baik. Apapun kami lakukan asal Pat tetap bisa bersama kami, karena tanpa Pat tak ada Mr. Big.

Alhasil Matt Starr masuk sebagai anggota Mr. Big yang baru mengisi posisi drummer untuk lagu-lagu yang butuh power dan kecepatan, sedangkan Pat Torpey pindah posisi menjadi pemain perkusi sekaligus backing vocal. Untuk lagu-lagu slow ballad, Torpey masih bisa memainkan drum. Sejak tur promosi album “The Stories We Could Tell”, Pat Torpey tetap manggung bersama Mr. Big walau kontribusinya tak semaksimal sebelumnya. Aku jadi terharu betapa Billy Sheehan, Eric Martin dan Paul Gilbert tak mau meninggalkan Pat Torpey berjuang sendirian di dunia musik dengan penyakit Alzheimernya, sekaligus kagum dengan semangat bermusik Pat Torpey yang padam begitu saja.

Aku jadi ingat dengan band-band rock lain yang dengan gampang memecat anggotanya karena sudah tak bisa bermain maksimal dengan bermacam alasan. Misalnya saja bagaimana Bon Jovi memecat Alec John Such yang permainan bass di atas panggung jadi kacau akibat depresi, juga memecat Richie Sambora yang alkoholik. Lalu Guns N’ Roses memecat drummer Steve Adler karena kasus narkotika.

Dengan meninggalnya Pat, kuharap Mr. Big masih terus meneruskan kiprah mereka dengan Matt Starr sebagai full drummer. Hanya saja aku agak ragu dengan kemampuan vokal Matt dalam mengisi bagian Pat untuk harmonisasi suara menyanyi karena Pat Torpey dikenal dengan range vokal yang lebih dari cukup untuk menyanyi solo. Seperti yang diketahui, salah satu kelebihan Mr. Big adalah harmonisasi vokal Billy, Paul dan Pat dalam mengiringi nyanyian Eric sebagai penyanyi utama.

Rest in Peace Pat Torpey.

 

Daftar Film 2018 (Januari – Maret)

$
0
0

Supaya tak terlalu panjang, daftar film yang ditonton dibagi tiap 3 bulan saja.
Semakin hari semakin sedikit film yang bisa ditonton dan sepertinya konsistensi banyak nonton film saat seperti masih bujangan akan menurun drastis. Maklumlah waktu 24 jam sehari memang rasanya kurang untuk dihabiskan untuk beragam aktivitas, termasuk nonton film.

Dalam 3 bulan, film-film Asia mendominasi daftar.

 

1. The Brink
Sudah pertengahan Januari dalan baru nonton satu film. Kayaknya emang jumlah tontonan film akan turun jauh tahun ini.

Ini film pertama Zhang Jin aka Max Zhang sebagai lead actor setelah berkali-kali jawara wushu ini cuma mendapat tawaran supporting actor yang kebanyakan peran antagonis. Setelah berperan sebagai jago Wing Chun saingan Donnie Yen dalam Ip Man 3, akhirnya tawaran sebagai aktor utama datang juga.

Sayangnya film aksi perdananya sebagai peran utama tak terlalu bagus-bagus amat. Selain plot terlalu lurus, karakter yang dimainkan Zhang Jin juga tak terlalu banyak dieksplorasi oleh sutradara. Malah tokoh antagonis yang diperankan Shawn Yue lebih menarik dan banyak disorot, untungnya Shawn Yue juga bermain bagus. Akhirnya film ini jatuh biasa-biasa saja. Adegan aksinya sih lumayan terutama duel di atas kapal di tengah badai.

 

2. Thor: Ragnarok

Gak nyangka kalau film ketiga seri Thor kali ini menyenangkan untuk ditonton. Emang sih terlihat melenceng dari pakem Thor seperti 2 seri sebelumnya dengan banyaknya komedi-komedi khas Amerika. Tapi peduli amat, yang penting having fun.

Barter humor pancing tangkap a la srimulat antara Chris Hemsworth dan Tom Hiddleston lucu walau agak lebay di beberapa adegan, gak papa toh menghibur.

Ada surprise kecil, MATT DAMON main jadi LOKI!!!!
Busyet, tadinya nggak ngeh kalau itu Matt Damon, baru sadar pas dia menyeringai hahaha… Mana aktingnya katro dan bikin ilfil.

 

3. Manhunt

Lama gak nonton film heroic bloodshed garapan John Woo. Film ini sudah ramai dibicarakan oleh fans Woo gara-gara Woo bilang mau bikin remake film jadul untuk didedikasikan bagi aktor Jepang lawas mendiang Ken Takakura, dan katanya mau digarap dengan napas yang sama dengan The Killer.

Sayangnya Zhang Han-yu tidak memiliki kharisma layaknya Chow Yun-fat dan Masaharu Fukuyama tak punya aura polisi tangguh seperti Danny Lee. Memang banyak adegan dengan gaya The Killer, tapi tetap saja kurang nampol dan tak meninggalkan kesan mendalam. Apalagi pertempuran final di dalam lab yang cheesy banget, kalah jauh dengan adegan pamungkas di dalam gereja dalam The Killer.

 

4. The Thousand Faces of Dunjia

Sutradaranya Yuen Woo-ping dan produsernya Tsui Hark.
Karena itu film ini penuh dengan adegan laga kungfu khas Yuen dipadu dengan cerita wuxia fantasy dengan CGI a la Tsui Hark.

Lumayan terhibur dengan laga dan adegan komedinya. Plotnya? Lurus banget dan rada cheesy.

 

5. Murder on the Orion Express
Baca beberapa review yang memberikan rating rendah buat film ini membuatku agak malas nonton secepatnya. Toh saya lebih tertarik menonton eksekusi novel ini karena saya sudah membacanya belasan tahun lalu waktu masih tinggal di Bandung.
Tapi koq ya buatku film ini lumayan bagus eksekusinya, Ceritanya mengalir lancar, misterinya tertutup cukup rapat hingga menjelang akhir film, sinematografinya juga bagus, dan yang paling berkesan adalah karakterisasi tokoh yang diperkuat dengan akting mengesankan dari para pelakon terutama Michelle Pfeiffer, Judy Dench dan William Dafoe.
Yang menyebalkan? Sosok Poirot terlalu nyebelin, padahal sosok aslinya dalam novel cukup simpatik dengan berbagai sifat eksentrik seperti cerewet dengan kerapihan hinggal detail terkecil. Cuma ya di film terlalu berlebihan memperlihatkan Poirot gila bentuk simetris.
O iya, saya suka dengan eksekusi dialog penolakan Poirot terhadap tawaran kerja Ratchett, “If you will forgive me for being personal, I do not like your face, M. Ratchett,” 😂😁😂

6. Liquidator

Flm thriller produksi RRC, tentang pembunuh berantai pintar yang sukses mengelabui polisi.
Awalnya lumayan menarik dengan karakter polisi jenius yang slenge’an. Pas pertengahan tiba-tiba tone film berubah, plot drama dikasih potongan lebih besar tapi sayangnya cheesy. Endingnya juga terlalu biasa, malah datar banget. Kalau mau kasih skor C udah cukup baik hati.

 

7. Honnoji Hotel
Jadi ini film di setel di TV dalam pekan Haruka Ayase, karena selama seminggu sekali dalam sebulan,  film-film mbak Haruka disetel di TV.
Haruka Ayase bermain sebagai wanita biasa di masa kini yang tak sengaja bolak balik melakukan perjalanan waktu ke Kuil Honnoji pada masa Oda Nobunaga terbunuh, via elevator dalam hotel tua.

Awalnya sih rasa komedinya lumayan lucu, sampai banyak hal yang “nggak banget” bakal terjadi di era Nobunaga yang membuat film ini jatuh jadi bahan omelan. Misalnya aja mbak Haruka yang baru datang ke era Sengoku-jidai ini gak sengaja bisa berdekatan dan megang Nobunaga. Emangnya di masa itu kerjaan bodyguard cuma duduk nyantai ngalor ngidul? Boro-boro megang, yang ada mbak Haruka udah ditebas pedang ketika berjarak 2-3 meter dari Nobunaga. Dan hal-hal remeh gak masuk akal ini banyak bertebaran di sepanjang film, ada yang lucu dan kebanyakan bikin otak terasa tak berfungsi sewaktu nonton.
Hasilnya habis nonton malah cuma bisa facepalm.

 

8. Along With the Gods: The Two Worlds

Seorang petugas pemadam kebakaran, Kim Jang-ho tewas dalam tugas ketika menyelamatkan seorang anak kecil. 3 petugas akherat mengantarkan Kim untuk melewati pengadilan akherat. Ada 7 pintu neraka yang harus dilewati Kim dalam 49 hari sebelum dinyatakan layak reinkarnasi.

Visual dan CGI nerakanya keren, kreatif juga membuat neraka-nerakanya yang berbeda hukuman dan kondisinya.
Sayang karakterisasi para tokohnya lebay dan konyol. Koq ya bisa para dewa penguasa neraka sedemikian begonya.
Nemu cameo beberapa aktor populer yang main sebagai dewa beberapa menit.
Buat tontonan hiburan sih oke, gak lebih dan gak kurang.

 

9. The Outlaws

Tadinya cuma iseng nonton buat nunggu tidur, eh ternyata filmnya bagus dan akhirnya malah melek terus sampai film habis.

Adaptasi dari kejadian nyata, usaha polisi Seoul memberantas geng China-Korea yang mewabah di Seoul. Dibintangi Ma Dong-Seok, mantan MMA fighter yang banting setir jadi aktor.

Filmnya berhasil mencampur beberapa genre dengan bumbu yang pas. Ada komedi buddy-cop, ada drama birokrasi kepolisian, ada crime thriller persaingan gangster, dibumbui adegan gory mutilasi sana sini, semuanya diracik pas oleh sutradaranya.
Tontonan bagus sekaligus menghibur.

 

10. Forgotten

Yoo-seok diculik selama 19 hari tanpa kabar, lalu tiba-tiba kembali dalam keadaan amnesia. Sang adik Jin-seok yang menyaksikan abangnya diculik berkeras untuk mencari tahu latar belakang peristiwa penculikan kakaknya.

Ada 2 plot twist dalam film ini.
Plot twist pertama mampu membuatku terpana karena sepanjang 1 jam awal tayangan bisa dibungkus dengan rapi dan mulus tanpa bisa ditebak.
Sayangnya plot twist kedua di akhir film dan juga ending yang dipilih terlalu “Korea” alias dibuat melodramatis dan rada lebay.

 

11. Bleeding Steel

Sungguh sayang, kukira Jeki Cen sudah menemukan jalan yang lurus ketika bermain dalam film The Foreigner dengan perannya sebagai seorang ayah pendendam. Tak tahunya dalam film terbarunya Bleeding Steel ini, Jeki kembali salah jalan.
Wahai Jeki, kembalilah ke jalan yang lurus, yaitu jalan aktor yang diridhoi oleh fans beratmu.

 

12. Gods of Egypt
Nonton film ini diputar di TV pas lagi iseng.
Plot ancur, akting ancur, karakterisasi ancur, dan… CGI lumayan lah, maksudnya lumayan mending dibanding sinteron Misteri Gunung Merapi.
Bahkan mitologi dewa Mesir yang rada sinetron bin opera sabun itu masih lebih menarik ceritanya dibanding cerita film ini.
13. Jumanji: Welcome to the Jungle.
Ini memang film buat ngabisin waktu sambil ketawa-tawa, bukan film buat mikir dan diapresiasi. Plot dan aktingnya biasa aja, tapi lumayan seru juga petualangannya. Lumayan terhibur.

14. Pengabdi Setan

Nonton via iPhone 7 istri yang kopian filmnya dibagikan orang lewat facebook.
Layarnya kecil jadinya emang terasa mengurangi efek seram film horor.
Secara filmografi, sinematografinya unik gak kayak film horor Indonesia biasanya. Plotnya juga lumayan dengan beberapa twist yang gak terlalu mengejutkan dibanding film-film thriller Joko Anwar sebelumnya.
Endingnya khas si Joko, menggantung dengan membuka kemungkinan bikin film sequel.

15. Dilan 1990

Biasa aja sih, mungkin yang menarik dari film ini adalah barter dialog penuh gombalan jayus, yang anak SMA era 1990an juga belum tentu bisa ngegombal sejayus itu.

Yang bikin baper itu Bandung 1990an.
Duuuuhhhhhh kangen Bandung 1990an yang masih sejuk.
Bandung pasca 2010 itu panas dan berat, biar urang Bandung aja yang nanggung.
Hahahaha…

 

Viewing all 193 articles
Browse latest View live


Latest Images